Jawa Pos

Teman Berbagai Kalangan

Baca Besok

-

BERTEMAN kopi dan sejumlah hidangan, mereka berbincang akrab. Seperti dua teman lama yang baru bertemu lagi setelah sekian lama terpisah.

Padahal, itu pertemuan pertama mereka. Yang diawali telepon seorang perwakilan Didi Kempot ke Ketua Umum PP Pencak Silat

Nahdlatul Ulama (NU) Pagar Nusa M. Nabil Haroen

”Memang Mas Didi yang ingin bertemu, tapi di sisi lain saya memang ngefans sama Mas Didi. Jadi, sama-sama pengin lah,” tutur Nabil kepada Jawa Pos tentang pertemuan tiga tahun lalu di sebuah hotel di Jakarta itu.

Yang mengesanka­n Nabil, dalam pertemuan santai tersebut, Didi banyak bertanya tetang Islam Nusantara dan amaliah yang dilakukan. Nabil yang kini juga anggota DPR itu pun dengan senang hati menjelaska­n apa itu Islam Nusantara, apa juga amaliahnya, serta tentang NU, dan para kiainya.

Tapi, pria yang akrab disapa Gus Nabil tersebut tidak tahu apakah penjelasan yang dia sampaikan itu yang kemudian menjadi inspirasi Didi dalam menciptaka­n lagu tentang perjuangan NU. Ya, berjarak sekian waktu dari obrolan dengan Gus Nabil tersebut, Didi memang menulis lagu ”Islam Nusantara”. Gambarnya bumi, ada talinya Bintangnya sembilan, melingkari buminya

Itu lambangnya, juga tempatnya

Para kiai dan ulama’nya Itulah Nahdlatul Ulama Sering disebut NU Selalu gigih berjuang Sejak jaman penjajahan Demikian penggalan lagu yang dinyanyika­n sendiri oleh Didi itu. ”Bagi saya, pertemuan kami itu memperliha­tkan kuatnya sisi religiusit­as Mas Didi. Dia banyak bertanya tentang Islam,” kata Gus Nabil saat dihubungi Minggu lalu (17/5).

Sebelum ”Islam Nusantara”, Didi pernah melansir ”Mampir Ngombe” yang liriknya ditulis Heri S. Di situ dia bicara tentang hidup yang fana, yang hanya mampir ngombe (mampir minum) dan seharusnya digunakan untuk mencari bekal sebaikbaik­nya untuk di akhirat kelak. Ngibadah ojo ditinggalk­e Becike ayo dijalake

(Ibadah jangan ditinggalk­an perbuatan baik ayo dijalankan) Dalam keseharian, itu ternyata dipraktikk­an Didi. Ketika datang pada tujuh hari meninggaln­ya maestro campursari itu di Ngawi, Gus Nabil mendapat banyak cerita bagaimana semangat Didi dalam beribadah. Bahkan, dia sering mengingatk­an keluarga untuk salat lima waktu.

Kepada para kru dan orangorang di sekitar, Didi juga sangat perhatian. Dia sering menanyakan kabar anak dan keluarga. Misalnya, bertanya apakah anaknya sudah makan, minum susu, atau apakah mereka dalam keadaan sehat.

Suatu kali, ada salah seorang kru yang mengalami kecelakaan dan patah tulang. Tanpa memberi tahu, Didi datang ke rumah sakit dan membayar semua biaya pengobatan serta perawatan kesehatan.

”Dan, banyak sekali amal yang bisa menjadi contoh dan inspirasi,” papar dia.

Cerita lain datang dari Ketua Pengurus Harian Tanfidziya­h PB NU Robikin Emhas. Pada 23 Juli 2019, di puncak ketenarann­ya, Didi sowan ke kantor PB NU di Jakarta dan disambut langsung oleh Ketua Umum PB NU Said

Aqil Siroj.

Dia datang sebagai santri, bukan sebagai tokoh. ”Dia menunjukka­n akhlak yang mulia,” terang dia.

Dalam pertemuan itu, Didi bercerita bahwa dirinya sangat kagum dengan NU. Sebab, organisasi Islam terbesar di Indonesia itu bisa mengayomi dan menjadi rujukan masyarakat luas. Dia juga sangat menghormat­i para kiai NU.

Jiwa sosial Didi, lanjut Robikin, juga sangat tinggi. Pertama, itu ditunjukka­n bagaimana Didi dengan senang hati bersedia datang dalam konser amal di TMII. Padahal, konser digelar dadakan.

Selain itu, Didi sangat semangat menggelar konser amal secara virtual untuk masyarakat terdampak Covid-19. Dana yang terkumpul pun besar, miliaran rupiah. Dan, sekitar Rp 2 miliar di antaranya disalurkan melalui PB NU.

”Itu amal jariah yang sangat berharga. Semoga Allah memberikan balasan,” tutur dia.

Karena itu pula, Sekjen Partai Kebangkita­n Bangsa (PKB) M. Hasanuddin Wahid menyebut Didi bukan sekadar seniman, melainkan juga terapis sosial. Walaupun lagu-lagunya sangat kental nuansa Jawa, masyarakat dari suku dan etnis apa pun bisa menikmatin­ya.

PKB pernah mengundang Didi untuk menghibur para kader dan masyarakat saat perayaan ulang tahun mereka pada 23 Juli 2019. Penonton pun membeludak. Bahkan, sebelum Wakil Presiden (ketika itu) Jusuf Kalla selesai memberikan sambutan, penonton merangsek ke dalam.

Yang kedua, Didi diundang menghadiri acara ulang tahun Fraksi PKB yang digelar di lapangan DPR, Senayan, Jakarta, pada 31 Oktober 2019. Lapangan parlemen pun penuh dengan manusia. Mungkin baru kali itu acara di gedung parlemen disesaki masyarakat.

”Mas Didi mengajarka­n bahwa lagu itu alat bagi masyarakat untuk menguatkan dan mendinamis­asi hidup mereka, bahkan menjadi pemantik terjadinya perubahan sosial,” kata Hasanuddin.

Ada satu tinggalan Didi yang menurut Nabil kian memperliha­tkan religiusit­as penyanyi legendaris tersebut. Lagu itu mengandung makna yang sangat dalam. Didi mengungkap­kan keinginan masuk surga. Dan, bagaimana dia merasa mempunyai banyak dosa.

”Lagunya sudah saya dengarkan, seperti apa? Nanti akan dirilis, ya. Ini karya terakhir Mas Didi. Audionya sudah selesai, tapi video clip-nya belum sempat dibuat,” tutur Nabil.

Kini tiap kali rindu sahabatnya yang dulu hampir tiap hari meneleponn­ya itu, Gus Nabil memilih mendengark­an kembali rekaman percakapan mereka. Rekaman tersebut tersimpan di ponselnya.

Di Ngawi, Gus Nabil juga mendapat cerita bagaimana sesaat sebelum meninggal dunia, Didi tidak henti-hentinya melantunka­n takbir dan kalimat la ilaha illallah. ”Itu diucapkan berkali-kali. Semoga Mas Didi husnulkhat­imah” ucapnya. Amin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia