Surabaya Butuh Kampung Jaga Covid-19
Serentak, Aktif Libatkan Masyarakat untuk Pencegahan
SURABAYA, Jawa Pos – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya menyimpulkan bahwa penanganan utama Covid-19 seharusnya ada di hulu. Selama pencegahan masih kendur, rumah sakit yang sudah overload akan semakin kewalahan.
Karena itulah, mereka mengusulkan adanya keterlibatan masyarakat lewat program Kampung Jaga Covid-19. Sebenarnya sudah ada sejumlah kampung yang mulai bersiaga tanpa komando khusus. Mereka bergerak atas kesadaran diri.
Masalahnya, gerakan mereka akan sia-sia jika kampung lain tidak bersiaga. Karena itu, gerakan tersebut harus dilakukan secara serentak di seluruh kota. ”Ini konsepnya seperti kampung tangguh di Malang. Tapi, di sana ada tujuh variabel. Cukup berat. Kami bikin variabel yang seringan mungkin,” ujar anggota Tim Pindai IDI Surabaya dr Muhammad Shoifi saat telekonferensi dengan Komisi D DPRD Surabaya
IDI Surabaya mengusulkan agar variabel yang ditugaskan hanya dua. Yakni, variabel medis dan kesehatan. Jika ada warga yang diisolasi, tim yang sudah dibentuk di tingkat RT sudah tahu yang harus dilakukan. Mereka harus mengontrol secara konsisten dan memastikan kondisi mereka baik-baik saja.
Variabel ekonomi tidak kalah penting. Tim harus mendata siapa saja warga tak mampu yang butuh bantuan. Serta, siapa saja yang terkena pemberhentian hubungan kerja (PHK). Agar semuanya berjalan, struktur kepengurusan harus jelas. Khususnya dalam pembagian tugas.
”Kalau perlu, ini dilombakan. Saya melihat warga Surabaya sangat antusias saat ada lomba kampung bersih,” ujarnya. Reward perlu diberikan kepada kampung-kampung terbaik sebagai stimulus.
Ketua Komisi D DPRD Surabaya Khusnul Khotimah menampung usul itu dalam pernyataan sikap komisi D yang disampaikan ke pemkot. Menurut dia, keterlibatan warga kampung sangat menentukan keberhasilan pencegahan. ”Kalau nanti ada kepengurusan kampung jaga Covid-19, mereka diberi kewenangan untuk menegur warga yang masih mokong,” katanya kemarin.
Karena itu, menurut dia, peresmian program tersebut harus disegerakan. Khusnul melihat, waktu yang dimiliki pemkot semakin tipis. Rumah sakit sudah overload, sedangkan kurva penularan makin meroket.
Selain itu, dia menampung masukan dari IDI Surabaya terkait pengawasan di pasar dan pabrik. Dua tempat tersebut dianggap menjadi salah satu tempat penularan tertinggi selama ini.
Sejumlah pasar dan pusat perbelanjaan sudah ditutup karena ada pedagang yang positif Covid-19. Selain itu, pabrik padat karya seperti pabrik rokok menjadi klaster penularan tersendiri yang harus dipelototi. ”Dinkes sudah perintahkan seluruh pabrik lakukan rapid test,” ujar politikus PDIP itu.
Persebaran virus Covid-19 semakin masif di beberapa tempat. Terutama, di area publik seperti pasar dan mal. Sayang, hal tersebut tak dihiraukan masyarakat. Sebab, masih banyak ditemukan pelanggaran. Misalnya, tidak memakai masker. Karena itu, Satpol PP Surabaya membetuk tim khusus. Tugasnya, mengimbau warga untuk taat protokol kesehatan.
Pelanggaran yang masih ditemukan terjadi di pasar tradisional. Beberapa pengunjung dan pedagang enggan menggunakan masker. Termasuk, tidak menerapkan physical distancing atau jaga jarak. ”Iya memang masih ada pelanggaran, meskipun jumlahnya tak banyak,” ucap Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Satpol PP Surabaya Piter Frans Rumaseb kemarin sore (21/5).
Mengenai itu, menurut Peter, beberapa hari terakhir satpol PP kota membentuk tim khusus. Yakni, tim jaga jarak dan wajib masker. Keduanya memiliki tugas yang sama, yaitu mengimbau warga yang melanggar aturan protokol kesehatan. Tim tersebut bekerja selama 24 jam nonstop. Mereka ditugaskan di beberapa titik yang dianggap rawan keramaian. Misalnya, pasar tradisional dan modern hingga mal.
Tindakan yang bisa dilakukan petugas hanya bersifat imbauan dan teguran. Namun, upaya untuk pencegahan biasanya koordinasi dengan pihak pengelola. Dengan harapan, pengunjung yang masuk diwajibkan untuk mematuhi protokol kesehatan yang berlaku.
Sayang, hal tersebut kadang cukup sulit ketika diterapkan di pasar tradisional. Sebab, tidak ada pintu masuk sehingga penegasan pengujung sedikit susah. Apalagi ketika menjelang Lebaran seperti sekarang. ”Ini yang perlu kami waspadai,” kata Piter.
Jadi, lanjut dia, setiap tim memiliki tugas khusus. Untuk tim wajib masker, mereka akan berpatroli dan memindahkan yang tidak pakai masker. Sementara itu, tim jaga jarak bertugas mencegah adanya kerumunan banyak orang. Baik di pasar, mal, maupun di warung kopi.