Siapa pun Perusaknya, PDAM Yang Tanggung Jawab
SURABAYA, Jawa Pos − Krisis air sering terjadi setahun belakangan. Penyebabnya adalah kebocoran pipa induk PDAM yang terkena paku bumi atau ekskavator proyek. Mulai proyek basemen Balai Pemuda, Purimas, hingga yang terakhir pembangunan kampus UINSA di Tambak Sumur.
Kebocoran juga sering terjadi akibat proyek goronggorong. Imbasnya, aliran air ke rumah warga mati beberapa hari. Dalam proses normalisasi, air yang sampai kepada pelanggan akan keruh.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya Aning Rahmawati melihat ada problem yang membuat persoalan itu terus berulang. Data pipa bawah tanah sering kali tidak valid. Yang kedua adalah adanya aturan perda utilitas yang sangat merugikan pemilik utilitas. ”Akan kami usulkan untuk perubahan perda utilitas itu,” ujarnya.
Dalam Perda Nomor 5 Tahun 2017 itu, ada pasal yang mengatur izin utilitas. Pemilik utilitas harus membuat surat pernyataan bersedia memelihara dan menjaga jaringan utilitas untuk keselamatan umum.
Segala risiko atas kerusakan karena pembangunan atau pemeliharaan utilitas yang memanfaatkan bagian jalan harus ditanggung pemilik utilitas. Artinya, jika ada kerusakan karena proyek, PDAM-lah yang harus mengembalikan kerusakan pipa itu ke posisi semula.
Aning melihat hal tersebut tidak seharusnya dibiarkan. Jika ada kesalahan, yang berbuat salahlah yang harus bertanggung jawab. Jika dibiarkan terus-menerus, hal itu akan menjadi kebiasaan. Kontraktor proyek bisa seenaknya saja mengeruk tanah tanpa memikirkan tanggung jawab atas potensi kerusakan.
Masalahnya, di dalam tanah tidak hanya ada pipa air PDAM. Ada juga pipa gas yang membahayakan. Sejumlah kabel listrik di beberapa wilayah juga sudah ditanam di bawah tanah.
Dirut PDAM Mujiaman Sukirno tidak menampik bahwa semua biaya atas perbaikan kerusakan dibebankan kepada PDAM. Kalau menunggu tanggung jawab kontraktor, distribusi air bakal terhambat lama. ”Setiap ada kerusakan, memang kami yang perbaiki,” ujarnya.