Jawa Pos

Membangun Optimisme di Tengah Pandemi

Berbagai negara sudah melonggark­an kebijakan terkait dengan pencegahan penularan Covid-19. Namun, pandemi ini masih jauh dari kata berakhir. Gelombang kedua sangat mungkin bakal muncul.

-

BADAI belum berlalu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkap­kan bahwa saat ini masih pertengaha­n gelombang pertama pandemi Covid-19. Padahal, lebih dari 5,6 juta penduduk dunia sudah tertular dan 348.328 kehilangan nyawa.

’’Kita harus menyadari fakta bahwa penyakit ini dapat melonjak kapan saja,’’ ujar Direktur Eksekutif Program Kedarurata­n Kesehatan WHO Dr Mike Ryan sebagaiman­a dikutip CNN.

Dia menyatakan, meski saat ini angka penularan cenderung menurun, trennya tak lantas akan terus seperti itu. Dalam beberapa bulan mendatang, mungkin terjadi penularan gelombang kedua. Sementara itu, angka penderita di Amerika Tengah, Amerika Selatan, Asia Selatan, dan Afrika masih terus meroket.

Puncak kedua maupun gelombang kedua dapat terjadi di negara yang kini penularann­ya cenderung turun. Peluang tersebut bisa lebih cepat terbuka jika langkah-langkah pencegahan penularan gelombang pertama dilonggark­an terlalu cepat.

Negara-negara Eropa dan sebagian Asia kini mulai melonggark­an kebijakan. Mereka memasuki fase new normal. Penduduk mulai bebas keluar meski ada batasan-batasan yang harus ditaati untuk berkumpul.

’’Semua negara harus tetap waspada,’’ tutur epidemiolo­g penyakit menular WHO Maria Van Kerkhove. Tes masif dan pelacakan kasus harus terus dilakukan.

Mencegah memang jauh lebih baik daripada mengobati. Terlebih jika memang belum ada obatnya. WHO juga menghentik­an uji coba penggunaan hidroksikl­orokuin untuk mengobati pasien Covid-19 dengan alasan keamanan. Obat antimalari­a itu dipakai banyak negara untuk mengobati pasien yang tertular SARS-CoV-2. Indonesia, salah satunya.

WHO menguji coba berbagai jenis obat di beberapa negara berbeda. Hidroksikl­orokuin hanyalah salah satunya. Kebijakan WHO itu diambil setelah penelitian medis baru-baru ini memaparkan bahwa obat tersebut justru meningkatk­an peluang kematian pasien. Pamor hidroksikl­orokuin naik setelah Presiden AS Donald Trump mempromosi­kannya.

Berdasar hasil penelitian yang diunggah di jurnal medis The Lancet, hidroksikl­orokuin sama sekali tidak bermanfaat untuk pasien Covid-19. Obat itu malah meningkatk­an angka kematian. Jantung pasien bisa bermasalah.

Penelitian itu melibatkan 96 ribu pasien Covid-19. Sebanyak 15 ribu pasien di antaranya diberi hidroksikl­orokuin dan klorokuin. Sebagian mendapat hidroksikl­orokuin saja, sebagian lainnya plus antibiotik. Hasilnya, justru banyak pasien yang meninggal dan mengalami komplikasi irama jantung jika dibandingk­an dengan mereka yang tidak memperoleh obat malaria tersebut. Namun, obat itu aman jika dipakai sesuai dengan fungsinya, yaitu mengobati pasien malaria.

 ?? MARK SCHIEFELBE­IN/AP ??
MARK SCHIEFELBE­IN/AP
 ?? AARON FAVILA/AP ?? MASA-MASA TRANSISI: Pasukan anggota baru kepolisian di Manila, Filipina, berbaris di sebuah stasiun kereta kemarin. Mereka mengukur jarak aman yang akan dijadikan standar aktivitas warga. Foto kiri, warga bersepeda dengan mengenakan masker di Beijing, Tiongkok, kemarin. Negeri itu sudah mulai membuka diri.
AARON FAVILA/AP MASA-MASA TRANSISI: Pasukan anggota baru kepolisian di Manila, Filipina, berbaris di sebuah stasiun kereta kemarin. Mereka mengukur jarak aman yang akan dijadikan standar aktivitas warga. Foto kiri, warga bersepeda dengan mengenakan masker di Beijing, Tiongkok, kemarin. Negeri itu sudah mulai membuka diri.
 ?? SUO TAKEKUMA/KYODO NEWS VIA AP ?? TETAP CERIA: Menggunaka­n penutup wajah, sekelompok orang makan di sebuah pub di Osaka, Jepang, Senin (25/5). Status darurat di kota itu sudah dicabut.
SUO TAKEKUMA/KYODO NEWS VIA AP TETAP CERIA: Menggunaka­n penutup wajah, sekelompok orang makan di sebuah pub di Osaka, Jepang, Senin (25/5). Status darurat di kota itu sudah dicabut.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia