Jawa Pos

Ngaku Dosen, Bisa Sulap Mahasiswa Jadi CPNS

Korban Penipuan Jual Sawah dan Gadaikan Rumah

-

SURABAYA, Surabaya – Bermodal pengakuan sebagai dosen di sejumlah perguruan tinggi di Surabaya, terdakwa Nur Fadillah sukses menipu pasangan suami istri Muryatmi dan Giyanto. Perempuan 41 tahun yang kos di Karangpila­ng tersebut awalnya menjanjika­n anak pasutri tetangga kosnya itu bisa diterima sebagai CPNS Pemprov Jatim melalui dirinya.

Namun, setelah korban membayar uang hingga Rp 288 juta, anaknya tidak pernah diangkat sebagai CPNS. Terdakwa juga ternyata bukan dosen. Nur yang berasal dari Nganjuk tersebut hanya seorang penganggur. Mimpi pasutri asal Blora memiliki anak yang berprofesi sebagai CPNS itu pun kandas.

Saat menjadi saksi di Pengadilan Negeri Surabaya kemarin (26/5), Suryatmi menyatakan, Nur awalnya mengaku bernama Ninik yang bekerja sebagai dosen di kampus tempat anaknya kuliah. Penipuan tersebut bermula ketika M. Nasrulloh, anak kedua korban, tidak lulus tes TOEFL di kampusnya. Nur menawarkan bantuan agar anak mereka bisa lulus. Terdakwa meminta Rp 250 ribu sebanyak lima kali.

”Dia bilang untuk belikan rokok dosen-dosen biar anak saya diluluskan. Dia juga minta Rp 7 juta sebagai uang perbaikan nilai kuliah,” ujar Suryatmi. Penipuan berlanjut. Nur yang mengaku sebagai dosen juga menjanjika­n anak korban diterima sebagai CPNS di Kantor Gubernur Jatim. Korban diminta membayar Rp 13,2 juta. ”Bilangnya untuk uang muka magang capeg (calon pegawai). Dia serahkan surat berkop gubernur tentang pelaksanaa­n diklat,” katanya.

Nur juga masih meminta Rp 8,4 juta untuk biaya diklat. Permintaan uang terus berlanjut. Hingga keseluruha­n uang yang sudah diberikan korban kepada terdakwa Rp 288 juta. Terakhir pada Januari lalu, terdakwa meminta Rp 11,5 juta. Alasannya, akan digunakan sebagai biaya pengukuhan anak korban sebagai CPNS. ”Saya juga diberikan kain Korpri, baju olahraga untuk anak saya dan surat-surat untuk meyakinkan kalau anak saya diangkat sebagai PNS,” ujarnya.

Namun, anak korban tidak kunjung bekerja sebagai CPNS di kantor gubernur. Suyatmi bersama suaminya mulai curiga. Mereka akhirnya mengonfirm­asi perguruan tinggi yang diakui sebagai tempat terdakwa mengajar sebagai dosen. ”Dosen anak saya bilang tidak ada dosen akuntansi bernama Ninik. Soalnya, dia (terdakwa, Red) juga mengaku sebagai orang dekat wakil rektor yang juga ketua panitia seleksi CPNS,” ungkapnya.

Bermula dari situ, korban akhirnya sadar bahwa mereka ditipu. Selain itu, korban sempat menagih uang yang sudah dibayarkan. Sebab, terdakwa menjanjika­n uang yang sudah dibayarkan semua akan kembali ketika anaknya menjadi PNS. Namun, berulang-ulang ditagih, terdakwa tidak pernah mengembali­kan uangnya. ”Saya awalnya sempat curiga. Anak saya masih semester I kok sudah bisa diangkat jadi CPNS. Tapi, dia terus meyakinkan dan saya menurut saja,” katanya.

Akibat penipuan tersebut, Suyatmi dan suaminya kini banyak utang. Sawahnya di Blora juga sudah dijual. Dia mengaku sudah tidak punya uang lagi. Menurut dia, terdakwa sebenarnya memiliki aset dua rumah di Kediri. Namun, rumah itu sudah dijaminkan kepada orang lain yang juga menjadi korban penipuanny­a dalam kasus berbeda. ”Anak saya sekarang tidak bisa kuliah lagi karena sudah tidak punya uang,” ujarnya.

Jaksa penuntut umum Suwarti mendakwa Nur dengan pasal 378 KUHP tentang Penipuan. Sementara itu, Nur mengakui semua keterangan saksi korban. ”Benar semuanya. Memang saya yang salah. Uangnya sudah tidak ada, buat bayar utang ke orang lain,” kata Nur.

 ?? ALEX QOMARULLAH/JAWA POS ?? HABIS-HABISAN: Jaksa Suwarti menunjukka­n kain seragam Korpri yang diserahkan terdakwa kepada korban Muryatmi dan Giyanto untuk meyakinkan bahwa anak mereka diterima sebagai CPNS.
ALEX QOMARULLAH/JAWA POS HABIS-HABISAN: Jaksa Suwarti menunjukka­n kain seragam Korpri yang diserahkan terdakwa kepada korban Muryatmi dan Giyanto untuk meyakinkan bahwa anak mereka diterima sebagai CPNS.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia