Guratan Garis dalam Sapuan Warna Gelap
Firmansyah Aji Konsisten Tekuni Aliran Abstrak
SURABAYA, Jawa Pos ‒ Seniman muda Firmansyah Aji Fauzi terus konsisten membuat karya bergaya abstrak. Meski dia tahu bahwa pelukis yang fokus dengan aliran abstrak di Kota Pahlawan tidak banyak. ’’Tapi, tekad saya sudah bulat ingin jadi salah satu seniman dengan ciri khas abstrak agar beda dengan yang lain,’’ ujarnya kemarin.
Menurut Firmansyah, saat ini sudah banyak pelukis beraliran realis ataupun surealis. Karena itu, mahasiswa Unesa tersebut ingin punya ciri khas sendiri dengan ’’nekat’’ memilih gaya abstrak. Dia juga bercita-cita membentuk komunitas pelukis yang fokus dengan aliran abstrak.
’’Sejak awal kuliah saya suka seni ini. Niat saya makin bulat saat bertemu dengan seniman abstrak asal Bali I Ketut Sugantika alias Lekung,’’ jelas Firmansyah.
Firmansyah menceritakan, pada 2018 dirinya mengikuti mata kuliah PKL di kampusnya. Matkul tersebut mengharuskannya belajar dari seniman. ’’Kebetulan saat itu ada pameran seni abstrak dari C5 Bali di Surabaya. Akhirnya, saya ketemu dengan Mas Lekung,’’ ungkap pria berambut gondrong itu.
Setahun kemudian Firmansyah memutuskan belajar seni ke Pulau Dewata. Di sana dia banyak bertemu dan belajar dengan perupa abstrak. Dari situ, dia menyerap berbagai energi positif dan belajar banyak ilmu tentang karya abstrak.
Jika diamati, lukisan Firmansyah banyak mengandalkan warna gelap. Misalnya, hitam dan maroon. Dia juga kerap mengguratkan garis-garis dalam setiap karyanya. Mulai yang berderet lurus, berpotongan, sampai bersinggungan.
Firmansyah menuturkan, dirinya telah melakukan riset tentang guratan garisgaris yang dibuat. Hasilnya, secara intuitif, alam bawah sadar manusia ternyata bisa menangkap visual dan menyimpannya dalam otak. ’’Kalau saya amati, susunan garis-garis karya saya itu sebenarnya menyerupai benda-benda yang saya lihat,’’ ungkapnya. Ada yang seperti pagar rumah, rangka besi, jalinan kabel, dan sebagainya.
Ciri khas itu muncul karena Firmansyah banyak menangkap garis dalam kesehariannya. Dia merasa ada yang kurang pas jika dalam melukis tidak menyelipkan visual garis.
Dalam berkarya, Firmansyah membutuhkan waktu sekitar empat jam. Penemuan konsep menjadi tantangan tersendiri. ’’Harus ada momentum seperti pengalaman atau sesuatu yang baru. Saya banyak mengangkat suasana urban Kota Surabaya seperti gang-gang sempit atau hal lain yang unik,’’ ucapnya.
Salah satu karya terbaru yang telah dibuat Firmansyah berjudul Satu Sisi. Di atas kanvas berukuran 140 x 180 cm itu, tampak visual garis-garis putih dengan background bermacam warna. Ada merah, kuning, hitam, dan abu-abu.
Dalam membuat lukisan tersebut, Firmansyah membayangkan sebuah kota yang seharusnya jadi mimpi dan harapan berbagai elemen makhluk hidup malah menjelma sebagai kamar yang gelap. Sumpek dan tersendat hingga merayap. ’’Melalui lukisan Satu Sisi, saya berharap kota yang saya impikan bisa menjadi pintu dari awal sebuah mimpi, harapan, dan cita-cita bagi semua makhluk hidup,’’ tuturnya.