Jawa Pos

Bantuan Nyasar ke Warga Bermobil

Merasa Tidak Berhak Menerima, Bappeda Minta Kembalikan ke Pemerintah

-

GRESIK, Jawa Pos – Ada sejumlah bantuan sosial dari pemerintah di masa pandemi Covid-19. Semestinya penyaluran bantuan tetap mempriorit­askan keluarga kurang mampu. Namun, temuan di lapangan, tidak sedikit penerima bantuan yang ternyata berasal dari kalangan mampu dengan indikator rumah bagus, memiliki mobil, hingga sudah berhaji.

Marpuah adalah satu di antara beberapa warga yang sebetulnya layak menerima tapi belum satu pun bantuan mampir kepadanya. Kemarin (28/5) Jawa Pos sambang ke rumahnya di Desa Indrodelik, Bungah. Janda kelahiran 1948 itu tengah duduk di kursi ruang keluarga.

Pitoyo, menantu Marpuah, ikut menyambut di rumah tersebut.

Bata putih yang menyusun bangunan rumah itu masih terlihat. Dalam rumah tersebut terdapat dua keluarga. Yakni, keluarga Pitoyo dan Marpuah. Keduanya berbeda kartu keluarga (KK). ”Saya memang dapat PKH. Kalau sudah dapat, tidak berhak dapat lagi. Tapi, mertua saya ini sudah saya usulkan berkali-kali, tapi belum dapat,” ujarnya.

Setidaknya ada tujuh bantuan di Gresik. Mulai yang bernama BPNT (bantuan pangan nontunai), PKH (program keluarga harapan), BST (bantuan sosial tunai), BLT (bantuan langsung tunai) dana desa, dana jaring pengaman sosial (JPS), hingga BST Provinsi Jatim. Belum ada yang diterima Marpuah. ”Kabarnya, perangkat setempat khawatir muncul cemburuan karena saya sudah dapat PKH,” ujarnya.

Di sisi lain, berdasar data yang dihimpun Jawa Pos, ada warga setempat yang sebetulnya lebih mampu, tapi malah mendapatka­n bantuan. Malah yang kutan memiliki Honda Jazz hingga sudah berstatus haji. Padahal, semestinya bantuan sosial sebut dipriorita­skan untuk mereka yang lebih membutuhka­n. Di antaranya, para janda kurang mampu seperti Marpuah.

Ketika dimintai konfirmasi Jawa Pos, Kepala Desa (Kades) Indrodelik Suwarno mengatakan masih harus menanyakan langsung persoalan itu kepada ketua RT setempat. ”Nanti saya tanyakan dulu,” ucapnya.

Soal adanya warga mampu yang menerima bantuan, Suwarno mengaku tidak tahu-menahu. Sebab, dia merasa tidak mengusulka­n. ”Dari desa pun bertanyata­nya. Wong desa tidak merasa mengusulka­n, tiba-tiba ada nama itu,” kata dia.

Kasus di Indrodelik ibarat pucuk gunung es. Di banyak desa, pengaduan serupa juga mengemuka. Selain warga yang dianggap mampu menerima bantuan, pengaduan menyangkut paransi nama penerima bantuan. Banyak desa tidak mengumumka­n atau menempelka­n nama penerima sejumlah bantuan dari pemerintah itu di balai desa atau tempat-tempat umum lain. dahal, presiden, gubernur, hingga bupati sudah menginstru­ksikan nama penerima bantuan dipublikas­ikan secara terbuka.

Dihubungi secara terpisah, Kepala Bappeda Gresik manto T. Sianturi mengatakan, sosok seperti Marpuah tulnya berhak untuk bisa dapatkan salah satu di antara tujuh bantuan karena statusnya dan KK yang berbeda. ”Saya minta perangkat setempat agar mengusulka­n. Nanti kami fikasi,” ucapnya.

Herman tidak menampik bahwa pihaknya juga mendapat laporan dari beberapa matan. Di wilayah Menganti, misalnya, ada dua warga kurang mampu yang ternyata tidak mendapatka­n bantuan apa pun. Tapi, yang lebih mampu malah sudah menikmati bantuan. ”Akhirnya, dari yang mampu itu, bantuannya diberikan kepada dua warga yang lebih berhak dapat tersebut,” jelasnya.

Menurut dia, apabila warga yang tidak berhak malah mendapat bantuan, bantuan itu harus dikembalik­an kepada pemerintah. Lalu, untuk mereka yang lebih layak dan berhak tetapi belum mendapat bantuan, perangkat setempat harus proaktif mengusulka­n warganya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia