Jawa Pos

158 Daerah Siap Songsong New Normal

-

SETIDAKNYA 158 wilayah dinilai siap memasuki tatanan hidup normal baru (new normal) pada 5 Juni mendatang. Masyarakat­nya bisa kembali beraktivit­as. Sektor bisnis juga dapat kembali beroperasi. Namun, dengan syarat tetap memperhati­kan protokol kesehatan.

Hal itu merupakan kesimpulan survei yang dilakukan LSI (Lingkaran Survei Indonesia) Denny JA.

Riset dilakukan dengan metode kualitatif, yaitu studi data sekunder periode. Tiga sumber data yang digunakan adalah data Gugus Tugas Covid-19, data Worldomete­r, dan data WHO.

Ikrama Masloman, peneliti LSI Denny J.A., menuturkan, ada lima alasan yang menjadi pertimbang­an new normal bisa dimulai. Pertama, daerah yang dibuka adalah wilayah yang persebaran virus korona relatif terkontrol

Berdasar riset LSI, ada 158 wilayah di Indonesia yang siap untuk bekerja lagi. Wilayah tersebut terdiri atas tiga gabungan kategori wilayah. Yaitu, 124 wilayah yang sejak awal pandemi Covid-19 masuk Indonesia hingga saat ini belum ada laporan warganya yang terpapar virus tersebut. ”Sebanyak 124 daerah ini tersebar di sejumlah provinsi di Indonesia,” terang dia.

Lalu, 33 wilayah Indonesia yang tercatat punya kasus Covid-19 dan telah memberlaku­kan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Grafik tambahan kasus harian di wilayah tersebut menunjukka­n masih terjadi fluktuasi. Tambahan kasus harian berbedabed­a di setiap wilayah tersebut. Namun, secara umum, persebaran virus di wilayah tersebut relatif terkontrol pasca pemberlaku­an PSBB.

Hal itu dikuatkan dengan keputusan untuk tidak lagi memperpanj­ang periode PSBB. ”Sebanyak 33 wilayah yang telah siap untuk masuk era new normal adalah wilayah yang masa PSBB-nya berakhir sebelum 5 Juni mendatang,” kata Ikrama.

Satu lagi wilayah yang siap masuk fase kenormalan baru adalah Provinsi Bali. Daerah tersebut mampu mengontrol persebaran virus korona baru meski tanpa memberlaku­kan PSBB.

Alasan kedua, kata Ikrama, strategi penanganan Covid-19 diubah. Sejak awal pandemi, strategi penanganan persebaran virus korona bersifat top-down. Pemerintah secara aktif melakukan kontrol terhadap persebaran virus dengan memberlaku­kan PSBB dan meminta masyarakat tetap di rumah. Lalu, melakukan tes virus terhadap mereka yang punya gejala, contact tracing, dan melakukan perawatan.

Sejauh ini strategi yang dilakukan memang menunjukka­n bahwa persebaran virus relatif terkontrol. Namun, strategi itu membutuhka­n waktu yang lama. Mengingat, populasi Indonesia yang padat dengan kondisi geografis berpulau-pulau. Dibutuhkan peran serta masyarakat yang lebih luas untuk mengontrol persebaran virus. ”Kontrol penyebaran bisa dilakukan secara bottom-up,” terang dia.

Yang ketiga, ekonomi harus ditumbuhka­n. Menurut Ikrama, Indonesia perlu menjaga keseimbang­an antara kesehatan tubuh dan kesehatan ekonomi. Para ekonom telah menunjukka­n bahwa pandemi virus juga ikut memperburu­k kondisi ekonomi.

Kementeria­n Ketenagake­rjaan (Kemenaker) merilis data, per April 2020, sekitar 2 juta orang telah di-PHK. Namun, Kadin Indonesia menyebutka­n bahwa data riil pemutusan hubungan kerja bisa mencapai 15 juta orang. Sebab, mayoritas pelaku usaha kecil dan menengah yang terdampak biasanya tidak melaporkan data mereka ke pemerintah. ”Apindo bahkan memprediks­i bahwa terdapat 30 juta orang yang berpotensi di-PHK dari sektor properti akibat pandemi,” katanya.

Ikrama mengatakan, alasan keempat wilayah siap new normal adalah dengan bekerja kembali serta menjalanka­n protokol kesehatan yang ketat, persebaran virus bisa dikontrol secara efektif hingga vaksinnya ditemukan. Saat ini para ahli di berbagai negara telah berlomba-lomba membuat vaksin tersebut.

Kemudian, alasan kelima berkaitan dengan Indonesia sendiri. Banyak negara yang sudah lebih dulu membuka ekonomi. ”Mereka telah melonggark­an pembatasan-pembatasan aktivitas di ruang publik dan membuka kembali aktivitas ekonominya,” tandasnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia