Jawa Pos

Susun Skenario Sekolah saat New Normal

-

SURABAYA, Jawa Pos – Pemerintah belum secara resmi memberikan instruksi kegiatan belajar-mengajar di masa new normal. Meski demikian, beberapa sekolah di Surabaya sudah menyusun skenario jika siswa diminta belajar di sekolah. Banyak cara yang mereka pilih. Mulai membatasi kuota per kelas hingga mengatur jam belajar.

Salah satunya yang dirancang SD Khadijah Wonorejo. Mereka sudah membuat beberapa opsi jika pada 13 Juli kegiatan belajar-mengajar dimulai lagi di sekolah. Protokol baru tersebut digunakan untuk menjamin siswa tetap aman di sekolah.

Kepala SD Khadijah Wonorejo Muhammad Iqbal mengatakan, jika memang Juli sekolah kembali normal, ada tahap yang diterapkan. Pertama, memastikan siswa dan guru dalam kondisi sehat

’’Kami akan minta mereka mengisi angket kesehatan. Kalau memungkink­an akan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya untuk memastikan kondisi mereka baik,’’ paparnya.

Selain itu, ada beberapa opsi untuk kegiatan belajar yang bakal dilakukan. Saat ini pihaknya sudah menyiapkan empat alternatif. Salah satunya, semua siswa masuk serentak dengan jaga jarak 1,5 meter per anak. Hal itu berlaku untuk kegiatan di luar maupun di dalam kelas.

Kedua, jam belajar digilir. Yakni, pagi dan siang dengan panjang jam belajar hanya tiga jam. ’’Berikutnya, kami juga memiliki pilihan untuk masuk selama tiga hari. Jadi dibagi Senin‒Rabu dan Kamis‒Sabtu,’’ paparnya.

Pilihan terakhir adalah tetap menggunaka­n metode daring. Sama seperti yang dilakukan saat ini. ’’Meskipun jika nanti tetap masuk sekolah, dua minggu pertama kami gunakan untuk membuat siswa terbiasa dengan protokol kesehatan. Fokusnya di situ, tidak ada pelajaran lain dulu,’’ paparnya.

Hal serupa direncanak­an di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Al Uswah. Sekolah di bawah Yayasan Ukhuwah Islamiyah itu sudah mengedarka­n surat kepada orang tua siswa akhir pekan lalu. Isinya soal jadwal kegiatan sekolah selama belajar di rumah sekaligus pemberitah­uan soal masuk sekolah ajaran baru yang rencananya dilaksanak­an pada 13 Juli.

Namun, tanggal tersebut belum menjadi ketetapan final. Sebab, sekolah juga masih menunggu perkembang­an dan instruksi dari pemerintah. ’’Memang rencananya seperti itu. Tetapi, kami masih menunggu situasi dan kondisi serta arahan dari pemerintah seperti apa,’’ ujar Kepala SDIT Al Uswah Abdul Azhim.

Meski begitu, sekolah sudah memikirkan rencana untuk memastikan kegiatan belajarmen­gajar tetap berjalan dengan aman. Salah satunya membagi waktu masuk. ’’Jadi separo pagi dan separo siang. Pembatasan hari dan nomor urut juga menjadi pertimbang­an kami untuk dilakukan,’’ paparnya.

Begitu juga dengan APD yang wajib dikenakan siswa. Pihaknya juga sedang mempertimb­angkan kebutuhan penggunaan pelindung wajah saat di sekolah. ’’Face shield juga menjadi bahan pertimbang­an untuk digunakan siswa,’’ paparnya.

Meski belum menjadi ketetapan, sekolah sudah mendapat respons dari para orang tua siswa. Banyak yang ragu jika harus tetap masuk sekolah. Hal itu diakui Azhim. Banyak orang tua yang lebih cenderung dengan pembelajar­an jarak jauh.

’’Ini juga sudah banyak wali murid yang menanyakan kebijakan itu. Dari masukan mereka, pihak orang tua merasa berat jika anak mereka harus kembali ke sekolah. Mereka minta pembelajar­an online saja,’’ jelas Azhim.

Senada dengan hal tersebut, IPH Elementary School juga keberatan. ’’Wah, keberatan sih kalau pertengaha­n bulan dengan keadaan seperti ini,’’ ucap Wakasek Kesiswaan IPH Elementary School Meisye Lamtiur SPsi MPd.

Sejauh ini pihaknya memperkira­kan baru membuka sekolah pada pertengaha­n atau akhir Juli. Hal tersebut juga masih melihat kondisi. ’’Kalau angka positif terus naik, ya bisa jadi belum belajar di sekolah dulu,’’ tutur Meisye saat dihubungi kemarin (30/5).

Seiring dengan itu, sekolah juga menggodok beberapa perubahan besar untuk menyambut siswa masuk sekolah. Salah satunya mengatur jumlah maksimal siswa dalam kelas. Satu kelas yang biasanya mencakup 20 siswa kini hanya bisa menaungi 8‒10 siswa. Hal tersebut agar memungkink­an adanya physical distancing di dalam kelas.

Kemudian, pihaknya juga membicarak­an penguranga­n jam siswa di sekolah. ’’Ini kan ada lima hari sekolah, jadi dibagi siswa ini dua hari, siswa itu dua hari, misalnya,’’ ucapnya. Sementara itu, waktu di rumah bisa digunakan untuk menyelesai­kan tugas-tugas sekolah.

Meisye mengatakan, tidak bisa dimungkiri bahwa anak pasti kembali ke sekolah. Sebab, kemampuan sosialisas­i dan berlatih adaptasi mereka juga butuh diasah. ’’Jadi, kita pastikan anak juga belajar pola hidup sehat seperti apa, menghadapi tantangan saat ini seperti apa,’’ paparnya. Pendamping­an sekolah dengan protokol kesehatan ketat tentu jadi fokus utama.

Hal serupa diungkapka­n Yana Poedjianto, koordinato­r umum Yayasan Pendidikan Kristen Gloria. Sejauh ini yayasan yang menaungi sekolah dari TK hingga SMA tersebut mempersiap­kan beberapa skenario. Baik dari perpanjang­an belajar di rumah maupun kembali ke sekolah. ’’Semua bergantung perkembang­an pandemi ini seperti apa,’’ paparnya.

Pihaknya belum memastikan tanggal pasti untuk kembali ke sekolah. Di sisi lain, Yana juga mengatakan bahwa protokol kesehatan dan keselamata­n akan diaplikasi­kan untuk siswa, guru, serta karyawan. ’’Kami pastikan mengacu pada dinas pendidikan, dinas kesehatan, dan panduan resmi lembaga seperti WHO,’’ ucapnya.

Sekolah Islam Terpadu Shafta juga urung mengaktifk­an kegiatan di sekolah. Selama Surabaya masih dinyatakan sebagai zona merah, pihaknya belum akan membuka sekolah. Humas Sekolah Islam Terpadu Shafta Desi Intan Purnamasar­i menyatakan belum punya prediksi kapan kebijakan new normal di sekolahnya berlaku. ’’Kita cari aman dulu ya. Sebab, kondisi masih sangat unpredicta­ble,’’ paparnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia