Evaluasi Pelayanan Pasien di Tempat Isolasi
Wawali Tanggapi Keluhan Warga
SURABAYA,JawaPos–PemkotSurabaya menyediakankamardihotelsebagairuang isolasi bagi warga yang reaktif dari rapid test.Merekadikarantinasambilmenunggu hasil swab test. Meski demikian, banyak perbaikan dari salah satu upaya mitigasi di masa pandemi Covid-19 itu
Banyaknya keluhan warga terkait dengan pelayanan di tempat isolasi mendapat perhatian dari pemerintah kota (pemkot). Kemarin (31/5) Wakil Wali Kota Whisnu Sakti Buana mengunjungi warga Kedungturi, Kelurahan Kedungdoro, Tegalsari, yang baru dipulangkan dari hotel setelah dinyatakan negatif Covid19 lewat hasil swab.
Warga menumpahkan keluh kesah ketika diisolasi selama lebih dari 24 jam di salah satu hotel di daerah Gubeng. Salah satunya Muhammad Najib. Lelaki 59 tahun itu sedang menderita tifus saat dibawa ke tempat isolasi bersama 14 orang lainnya. ’’Tapi, tidak ada dokter atau perawat yang mendampingi. Obat-obatan untuk tifus juga tidak disediakan,’’ kata Siti Azza Hamidah, istri Najib.
Perempuan 53 tahun tersebut sempat kesal karena suaminya tidak mendapatkan perawatan yang dibutuhkan. Selain itu, makanan untuk penderita tifus disamakan dengan yang lain.
’’Akhirnya, saya mengirim bubur nasi ke sana, Pak,’’ ungkapnya kepada Whisnu.
Untung, hasil swab menyatakan bahwa Najib negatif Covid19. Bapak dua anak itu akhirnya diperbolehkan pulang. Siti langsung membawanya ke puskesmas untuk memeriksakan kondisi tifus yang diderita. ’’Saya jengkel kemarin itu. Kudu tak suruh ndang pulang ae,’’ kata ibu yang sudah dikaruniai dua cucu itu.
Keluhan serupa disampaikan Nur Salim. Lelaki 56 tahun itu mengaku tidak mendapatkan peralatan mandi selama diisolasi di hotel. Padahal, hotel bintang tiga seharusnya memiliki alat mandi yang lengkap dalam jumlah banyak. ’’Kami dibawa malam kemarin. Akhirnya sampai hotel hanya mandi pakai air. Gak sabunan, gak keramas,’’ terangnya.
Dia pun sempat stres ketika dipindahkan ke tempat isolasi yang disediakan pemkot. Sebab, suami Maimunah itu mengaku tidak bisa ke mana-mana. Waktu dihabiskan di dalam kamar. ’’Tidak bisa, Pak. Jadi, hanya makan tidur di kamar,’’ katanya.
Annisa Intiana juga sempat sedih karena tidak bisa pulang. Perempuan 25 tahun itu tertahan di hotel lantaran alamat yang tertera di KTP tidak sama dengan alamat tinggalnya sekarang di RT 4, RW 8, Kedungturi. ’’Saya belum urus karena baru menikah,’’ ujar istri Wawan tersebut.
Untung, pengurus RT dan RW memberikan pendampingan cukup intens. Petugas yang mendata serta memulangkan warga diberi pengertian. Akhirnya, ibu satu anak itu bisa kembali ke rumah. ’’Di rumah tidak ada orang karena suami masih di rumah sakit,’’ terangnya.
Ketua RW 8 Kedungturi Imam Syafi’i mengatakan, di wilayahnya sejatinya sudah ada protokol kesehatan yang dijalankan. Warga sudah bisa mematuhinya. Bukan hanya soal physical distancing dan pembatasan tamu dari luar. ’’Kalau ada orang yang terindikasi Covid-19, kami minta mengisolasi diri di rumah,’’ katanya.
Dia menyatakan, di kampungnya tidak ada stigma negatif bagi orang yang terindikasi Covid-19. Warga sudah diberi pemahaman untuk mendukung warga lain yang melakukan isolasi mandiri. ’’Justru kami support. Itu sudah berjalan baik di sini,’’ ungkapnya.
Sementara itu, Whisnu yang juga memegang jabatan wakil ketua gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 prihatin mendengar banyaknya keluhan warga yang baru menjalani isolasi. Sebab, selama ini tidak ada laporan buruk yang masuk ke pihaknya. ’’Report yang masuk ke kami semua bagus. Semuanya beres. Ternyata di lapangan seperti ini kondisinya,’’ katanya.
Mantan wakil ketua DPRD Surabaya itu memastikan keluh kesah warga selama diisolasi akan menjadi bahan evaluasi. Ke depan, layanan di tempat isolasi dibenahi lagi. Baik yang di hotel maupun Asrama Haji Sukolilo. ’’Tentu ini akan menjadi perhatian kami selaku gugus tugas. Pelayanan di tempat isolasi akan ditingkatkan lagi,’’ jelas wakil ketua Bidang Organisasi DPD PDIP Jatim tersebut.