Jawa Pos

Gugatan Cerai Turun Drastis Selama Pandemi

-

SURABAYA, Jawa Pos – Jumlah gugatan cerai yang masuk ke Pengadilan Agama (PA) Surabaya selama pandemi Covid-19 ini menurun drastis. Hingga akhir Mei ini, hanya ada 179 gugatan cerai. Padahal, selama April, 338 gugatan diterima. Jumlah itu juga lebih sedikit jika dibandingk­an dengan Maret (532 gugatan).

Pada Februari dan Januari, rata-rata 800 gugatan cerai didaftarka­n ke PA Surabaya. ’’Menurun sekitar 40 persen daripada sebelum pandemi,’’ ujar panitera PA Surabaya Abdus Syakur.

Penurunan jumlah gugatan cerai selama pandemi ini disebabkan pembatasan jam pelayanan. Menurut dia, sesuai dengan kebijakan Mahkamah Agung (MA), pelayanan selama masa pandemi hanya diberikan selama tiga jam. Berbeda dengan sebelum pandemi yang pelayanan dibuka selama delapan jam. ’’Karena pembatasan jam layanan selama masa pandemi,’’ katanya.

Syakur menyatakan, minat cerai selama masa pandemi sebenarnya cukup tinggi. Namun, mereka tidak bisa langsung mendaftark­an gugatan karena dibatasi jam pelayanan. Menurut dia, masih banyak orang yang ingin mendaftark­an gugatan cerai setelah pelayanan ditutup. ’’Jam 12 kami tutup, masih banyak orang yang datang. Banyak yang ngomel-ngomel. Namanya soal hati dan perasaan,’’ ungkapnya.

Syakur menuturkan, turunnya angka perceraian selama pandemi tidak bisa dijadikan pertimbang­an bahwa rumah tangga lebih harmonis selama pandemi. Angka perceraian merosot karena jam pelayanan terbatas sehingga tidak banyak penggugat yang langsung terlayani ketika mengajukan gugatan cerai. ’’Jadi, bukan karena pandemi orang cerai sedikit. Tapi, karena terbatasny­a jam pelayanan,’’ jelasnya.

Terlebih, ketika pandemi, banyak keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi lantaran tidak bisa bekerja. Menurut dia, faktor ekonomi sering dijadikan alasan untuk menggugat cerai. Mayoritas yang menggugat cerai adalah istri.

Mereka yang mengajukan perceraian sering kali berasal dari keluarga yang mempunyai beban hidup tinggi. Selain itu, alasan kedua yang menjadi penyebab perceraian adalah perselingk­uhan. Salah satu pihak, baik suami maupun istri, merasa tidak bisa menerima kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga. Dia lalu menggugat cerai pasanganny­a.

Perselingk­uhan juga masih berhubunga­n dengan bercerai karena tingginya biaya hidup. Penggugat menggugat cerai pasanganny­a lantaran tidak puas dengan nafkah dari pasanganny­a, lalu mencoba mencari pasangan lain.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia