Pindah-Pindah RS Penuhi Syarat Melahirkan
KETATNYA protokol menjelang persalinan dialami Clarissa Diva, perempuan asal Surabaya ketika melahirkan putri pertamanya, Callaluna Rana Maneera, pada 9 Mei lalu.
Sejak awal, perempuan yang akrab disapa Vava itu berniat melahirkan secara normal di sebuah RSIA swasta. Pada usia kehamilan 39 minggu, berat janin diperkirakan 3.400 gram. ’’Menurut dokterku, susah lahiran normal karena bayi kegedean. Akhirnya di-planning induksi,’’ jelasnya kepada Jawa Pos kemarin (1/6).
Dia dirujuk ke RSIA tujuan. Vava masuk ke IGD, kemudian menjalanipengecekantensidarah,detakjantungbayi,kontraksi, danpemeriksaandasarlain.Rupanyapihakrumahsakitmeminta syarat foto toraks. Vava mengaku baru diberi tahu saat itu. Padahal, dia sempat menanyakan persyaratan persalinan di RStersebutsepekansebelumnya.’Waktuitu7Meipastanggal merah, jadi lab (laboratorium, Red) di luar tutup dan mereka enggak punya lab sendiri,’ katanya.
Dia datang ke rumah sakit umum swasta. Antrean panjang karena banyak ODP yang menjalani tes di sana. Dia ke rumah sakit umum swasta lain. Ditolak. ’ Mereka enggak mau terima foto toraks ibu hamil karena takut dampak radiasinya ke bayi,’ terangVava.Diapindahkerumahsakitswastaketigadanakhirnya bisa menjalani foto toraks di sana. Hasilnya keluar satu jam kemudian dan dia kembali ke RSIA pertama.
’’Sudah melakukan rapid test, hasilnya nonreaktif. Foto toraks juga bagus, enggak ada tanda flek paru. Cuma ada unsur NLCR (neutrophil to lymphocyte count
ratio, Red) yang tinggi,’’ jelasnya.
Pihak RS menolaknya. Sebab, NLCR yang tinggi merupakan salah satu indikasi Covid-19. ’’Kaget banget dan udah bingung mau lahiran di mana, sementara kontraksi jalan terus,’’ imbuhnya.
Dokterkandunganyangselamainimerawatnyamenyarankan Vava untuk ke rumah sakit umum, bukan RSIA. Di sana, dia menjalani swab test sebanyak dua kali. Demikian pula sang suami yang menjadi pendamping mesti swab test satu kali. ’Rasanya sakit banget, dimasukin benda mirip cotton bud ke hidung.Kayaknembusdimata…hahaha,’ ceritanya.Vavaharus menunggu hasil swab test pertama keesokan harinya.
Selama menunggu, dia ditempatkan di kamar isolasi bersama sang suami. ’’Udah enggak boleh keluar dan semua petugas yang masuk pakai APD lengkap,’’ katanya. Sementara itu, kontraksinya terus berlangsung, bahkan Vava sempat muntah. Akhirnya diputuskan operasi Caesar karena belum ada pembukaan.
Meski hasil swab test pertama negatif, Vava harus tetap menunggu hasil tes kedua. ’’Waktu operasi hasil tes kedua belum muncul. Jadi, kita diperlakukan seperti pasien Covid-19. Semua dokter dan nakes pakai APD
full selama operasi,’’ jelasnya.
Setelah segala persiapan, proses operasi hanya berlangsung selama 15 menit. ’’Aku yang dibius menjadi
ngantuk banget. Cuma bisa dengar suara bayinya nangis dan lega rasanya,’’ urainya.