Batalkan Pernikahan karena Status Palsu
- Lima gugatan pembatalan perkawinan diterima Pengadilan Agama (PA) Surabaya selama tahun ini hingga akhir Mei. Gugatan tersebut diajukan karena penggugat merasa perkawinan tidak sah dengan pasangannya di Kantor Urusan Agama (KUA). Meskipun sudah disahkan dan dicatat, perkawinan pasutri masih bisa dibatalkan jika PA mengabulkan gugatan penggugat.
Panitera PA Surabaya Abdus Syakur Widodo menyatakan, gugatan pembatalan perkawinan itu sering kali diajukan karena alasan penggugat merasa ditipu pasangannya. Penggugat baru sadar dirinya tertipu setelah sekian lama berumah tangga. Merasa tidak terima, penggugat memutuskan menggugat pasangannya untuk membatalkan perkawinannya.
”Sudah resmi menikah, tetapi ketahuan menggunakan data tidak benar, kemudian diajukan pembatalan perkawinan,” ujar Syakur.
Penggugat didominasi istri yang merasa ditipu suaminya. Masalah yang kerap terjadi terkait status pasangan yang sudah menikahinya adalah suami mengaku perjaka ketika menikah dan sebelumnya tidak pernah menikah. Namun, belakangan diketahui setelah menikah bahwa sebenarnya pernah menikah. ”Pemalsuan data yang bersangkutan (suami, Red) mengaku jejaka ternyata duda,” katanya.
Pemalsuan identitas itu kerap dilakukan suami ketika menikah. Misalnya, suami mengaku tidak punya istri lain selain perempuan yang dinikahi. Namun, belakangan diketahui setelah menikah bahwa si suami sudah beristri. ”Kebanyakan laki-laki (pemalsuan identitas, Red),” ucapnya.
Meski demikian, ada pula suami yang mengajukan gugatan pembatalan perkawinan terhadap istrinya. Masalahnya tetap sama, yakni adanya penipuan ketika menikah. ”Suaminya tahu wali istrinya tidak sah,” katanya.
Gugatan tersebut juga harus disertai bukti bahwa telah ada penipuan oleh pasangan ketika menikah. Bukti itu pun harus diverifikasi institusi terkait yang menegaskan bahwa memang ada pemalsuan data ketika menikah. ”Yang berhak mengajukan KUA atau pihak lain yang tahu pelanggaran syarat perkawinan,” ungkapnya.
Syakur menambahkan, gugatan pembatalan perkawinan tersebut harus diajukan tidak lebih dari enam bulan setelah diketahui adanya pelanggaran syarat perkawinan. Selama itu, pasangan tersebut juga harus pisah ranjang.