Ingin Menginspirasi Bentuk Panggung New Normal Life
SURABAYA, Jawa Pos – Merasa karya puisi jarang ditampilkan, pegiat seni dan sastra Eko Rizal Fatikhin membuat visualisasi puisi. Dengan mengusung puisi Ke Mana Anak-Anak Itu karya Emha Ainun Nadjib, Ekofatt –panggilan akrab Eko Rizal Fatikhin– membuat karya yang menggabungkan sinematografi, musikalisasi, juga puisi itu sendiri.
Karya tersebut diberi judul Tabularasa. ”Artinya itu suatu ciptaan atau anak yang terlahir suci. Tapi, dalam pemilihan golongan, mereka nantinya akan jadi baik, dan jeleknya itu terserah mereka,” jelasnya saat dihubungi kemarin (1/6). Karya tersebut sebenarnya dia buat untuk menginspirasi para pegiat seni lain agar bisa terus berkarya dalam situasi apa pun. Termasuk di masa pandemi.
Tabularasa dia unggah lewat IG TV komunitasnya, Teater Kaki Langit, 31 Mei lalu. Dari situ, dia menunjukkan bahwa setiap orang bisa tetap berkarya meski berada di masa pandemi. Dibutuhkan waktu sekitar enam hari untuk membuat karya itu. Mulai memikirkan konsep, perekaman, hingga editing. ”Karya itu pun hanya saya kerjakan berdua dengan teman saya, Ahmad Saifur Rijal. Tapi, saya berharap karya itu bisa menjadi pembuka untuk menghadapi pementasan seni di masa baru yang akan datang. Yang mungkin semuanya akan serbavirtual,” jelasnya.
Dari situ, dia bersama temannya ingin sekali menginspirasi banyak pegiat seni untuk terus berkarya. ”Latar belakang lain sebenarnya karena kepikiran, kok anak-anak sekarang kurang geregetnya. Nggak hanya di Teater Kaki Langit, tapi yang lain juga. Padahal, di era digital sekarang seharusnya berkarya bisa lebih dieksplor lagi,” terangnya.
Namun, Ekofatt paham, mungkin kekurangan dari era digital saat ini adalah keharusan untuk punya skill mengedit maupun kamera yang oke. ”Tapi, justru kalau kayak gitu bisa jadi kesempatan kita buat merangkul para seniman digital buat kolaborasi,” sambungnya.
Sementara itu, terkait dengan makna puisi yang dihadirkan dalam karya tersebut, dia ingin anak-anak milenial zaman sekarang bisa lebih gereget dalam berkarya. ”Puisi Ke Mana Anak-Anak Itu bila dimasukkan dalam sastra, anak-anak generasi sekarang itu seharusnya bisa berkarya lebih sangar lagi. Terlebih dengan kemajuan era digital saat ini,” ucap dia.
Namun, menurut pria alumnus Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Unesa tersebut, kesempatan itu kurang mereka gunakan. ”Menurut saya, anak-anak sekarang lebih memanfaatkan era digital yang semakin maju untuk bermain saja. Masih kurang yang bereksplorasi dan berkarya,” imbuhnya.