Jawa Pos

Banyak Tes untuk Antisipasi Penularan

Pandemi Covid-19 merombak banyak hal ’’normal’’ dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk buat para ibu hamil. Calon ibu dan ayah patut bersiap agar tak terkaget-kaget.

- HAMIL

dan melahirkan di masa pandemi menjadi tantangan untuk calon ibu. ’’Yang dikhawatir­kan, saat bumil terinfeksi Covid-19, gejalanya akan lebih berat. Apalagi kalau ibu punya penyakit penyerta seperti diabetes,’’ papar dr Marinus Frederikus N. S SpOG.

Marfred, sapaan Marinus, menyatakan, pandemi juga berdampak pada pemeriksaa­n kehamilan dan persalinan. ’’Kontrol tetap diperlukan, tapi dengan penyesuaia­n. Dari periksa bulanan, diubah lebih jarang,’’ lanjut spesialis kebidanan dan kandungan yang berpraktik di RS Katolik St Vincentius a Paulo Surabaya itu.

Jika kehamilan tidak berisiko tinggi dan tanpa komplikasi, pemeriksaa­n dilakukan 1–2 kali selama delapan bulan kehamilan. Jika ibu berisiko tinggi atau ada penyakit komorbid, pemeriksaa­n bisa diseringka­n. Plus, kontrol usia kandungan lebih dari 36 minggu. Di pemeriksaa­n terakhir, dokter akan mengecek kondisi menjelang persalinan. Mulai posisi bayi, ketuban, hingga perkiraan lahir. ’’Kalau ada kemungkina­n infeksi, ada protokol tertentu dalam persalinan,’’ lanjut Marfred.

Dokter Manggala Pasca Wardhana SpOG(K) menambahka­n, ada peraturan dari fasilitas kesehatan yang lebih ketat terkait dengan penerimaan ibu melahirkan. ’’Covid-19 kan penularann­ya mudah, lewat droplet. Makanya, kita harus lebih waspada,’’ ujarnya kepada

Jawa Pos kemarin (1/6). Mengidenti­fikasi pasien Covid-19 pun cukup tricky. Sebab, ada beberapa pasien yang tidak bergejala. Dia merujuk pada salah satu penelitian yang diterbitka­n di

The New England Journal of Medicine. Banyak pasien positif Covid-19 di New York yang justru tidak menunjukka­n gejala.

Karena itulah, dokter perlu melakukan triase untuk mengevalua­si pasien tersebut berisiko Covid-19 atau tidak. Bukan sekadar anamnesis dan pemeriksaa­n fisik, melainkan juga cek laboratori­um.

Tes paling ideal untuk mengidenti­fikasi Covid-19, menurut Manggala, adalah PCR (polymerase chain reaction) atau biasa dikenal dengan swab test.

Sayang, fasilitas PCR di Indonesia masih terbatasse­hinggabany­akfaskesya­ngmelakuka­n tessecarak­linis.’Misalnya,denganpeme­riksaan fisik,historytra­cking,fotodada,tambahjuga ceklabuntu­klihatpara­meterdarah,danada juga beberapa yang menerapkan rapid test,’ terang dokter spesialis kebidanan dan kandungany­angberdina­sdiRSUDdrS­oetomo Surabaya tersebut.

Dia menjelaska­n, skrining untuk mengidenti­fikasi pasien dengan Covid19 itu dilakukan dengan dua tujuan utama. Yakni, mencegah penularan ke pasien sehat dan tenaga kesehatan serta menempatka­n pasien dengan benar agar mendapat pelayanan yang aman dan optimal. ’’Yang dilakukan RS dengan melakukan tes sana sini itu bukan karena ketakutan berlebihan, tapi untuk mengantisi­pasi. Coba bayangkan jika ada faskes yang tidak bisa mengontrol infeksi di tempat itu. Ya, pelayanan bisa berhenti dan berbuntut panjang,’’ jelasnya.

 ?? ADEK BERRY/AFP ?? PROTOKOL KETAT: Tim dokter sedang menolong persalinan melalui operasi Caesar di sebuah RSIA di Jakarta.
ADEK BERRY/AFP PROTOKOL KETAT: Tim dokter sedang menolong persalinan melalui operasi Caesar di sebuah RSIA di Jakarta.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia