DPR Ajak Ormas Bicara Pelonggaran Rumah Ibadah
JAKARTA, Jawa Pos – Rencana pemerintah menerapkan new normal belum diterima semua pihak. Muhammadiyah, misalnya, meminta pemerintah tidak terburu-buru membuka tempat umum. Sebab, angka penularan Covid-19 di Indonesia belum mengalami penurunan.
Masukan itu disampaikan PP Muhammadiyah saat menerima kunjungan Satgas Lawan Covid-19 DPR di kantor Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, kemarin (3/6).
Saat itu Koordinator Satgas Lawan Covid-19 DPR Sufmi Dasco Ahmad datang bersama sejumlah anggotanya.
Mereka adalah Andre Rosiade, Habiburrokhman, dan Bambang Haryadi. Mereka disambut Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti dan Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas.
Dasco menyatakan, kunjungan ke Muhammadiyah kemarin membahas rencana pelaksanaan pelonggaran rumah ibadah. Utamanya tentang protokol kesehatan yang harus diterapkan jika memang dilakukan pelonggaran.
Abdul Mu’ti mengatakan, Muhammadiyah belum mengeluarkan maklumat terkait panduan ibadah di era new normal. Persoalan itu akan dibahas dengan berbagai organisasi internal Muhammadiyah.
Namun, dosen UIN Syarief Hidayatullah Jakarta tersebut menilai pelonggaran tempat umum merupakan tindakan terburu-buru. Sebab, tingkat penularan Covid-19 di Indonesia masih tinggi. Tokoh asal Kudus itu lantas meminta pemerintah menyampaikan kepada masyarakat secara jelas konsep relaksasi yang akan diterapkan. ”Penjelasan itu sangat penting agar tidak menimbulkan kegelisahan dan salah paham,” tegasnya.
Setelah dari Muhammadiyah, Satgas Lawan Covid-19 DPR juga menyambangi kantor PB Nahdlatul Ulama (NU) di Jalan
Kramat Raya. Mereka disambut Ketua Umum PB NU Said Aqil Siroj. Dalam kesempatan tersebut Said menjelaskan, wabah tidak bisa dihadapi hanya oleh satu pihak, tapi harus secara ramai-ramai. ”Ya pemerintah, masyarakat, civil society, dan tokoh masyarakat,” tuturnya.
Tokoh asal Cirebon itu menyayangkan sikap pemerintah yang selama ini tidak mengajak PB NU dalam membahas penanganan wabah Covid-19. Padahal, NU memiliki jaringan hingga ke tingkat desa atau dusun. Bahkan di wilayah yang demografi penduduk muslimnya minoritas.