Menunggu Pembuktian KPK Lainnya
Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap mantan Sekjen Mahkamah Agung (MA) Nurhadi sebagai buron kasus dugaan suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar dalam pengurusan perkara itu patut diapresiasi. Itu sekaligus pembuktian di tengah keraguan publik terhadap kinerja pemberantasan korupsi KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri.
Mulai pertengahan pekan lalu, segala pujian diarahkan kepada KPK. Tak berlebihan. Sebab, faktanya KPK memang berhasil mengendus keberadaan Nurhadi sekaligus menangkapnya. Mengingat, sejak awal berurusan dengan KPK, Nurhadi dikenal piawai menyiasati proses hukum sehingga banyak yang meragukan lembaga antikorupsi tersebut bisa menangkapnya. Dan, Nurhadi pun memang tidak perlu jauhjauh dari Jakarta selama pelariannya.
Selain itu, KPK membuktikan tidak kendur selama masa pandemi Covid-19. Upaya pemberantasan korupsi tetap jalan alias tidak terpengaruh. KPK selama dua bulan ini memang tetap melanjutkan pemeriksaan tersangka dan saksi kasus korupsi serta tetap melimpahkan dan mengajukan tuntutan dalam persidangan di pengadilan tipikor.
Namun, di tengah pujian terhadap KPK, kini publik menunggu pembuktian lain. Setidaknya, ada enam buron atau berstatus daftar pencarian orang (DPO) yang masih bebas berkeliaran. Mereka adalah Hiendra Soenjoto (kasus suap dan gratifkasi dalam pengurusan perkara di MA), Samin Tan (kasus pemberian hadiah atau janji terhadap anggota DPR dalam pengurusan terminasi kontrak perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara), Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim (kasus BLBI), Izil Azhar alias Ayah Marine (kasus gratifikasi bersama mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf), dan yang terakhir sekaligus ditunggu-tunggu untuk ditangkap adalah Harun Masiku (politikus PDIP dalam kasus suap penetapan anggota DPR Fraksi PDIP melalui mekanisme PAW).
Setidaknya, dari buron itu, ada dua sosok yang patut menjadi perhatian KPK. Yakni, Sjamsul Nursalim dan Harun Masiku. Dua buron tersebut bertalian dengan kejahatan yang bersinggungan dengan politik, khususnya tokoh elite parpol. KPK harus membuktikan untuk menangkap keduanya agar publik sekali lagi benar-benar mendapat jaminan bahwa independensi pemberantasan korupsi masih terjaga. Kita tahu bahwa intervensi kekuatan politik selalu membayangi penegakan hukum, terutama dalam kasus korupsi.
KPK memang harus tetap menjaga independensinya. Apalagi di tengah masa pandemi ini. Ketika banyak uang negara tersalurkan untuk kepentingan penanganan Covid-19, di sana sini pasti rawan dengan penyalahgunaan. KPK harus hadir dengan meyakinkan masyarakat bahwa pengawasan uang negara itu tetap berjalan.