Perusahaan Inggris-India Siap Produksi Satu Miliar Dosis
Ratusan calon vaksin untuk memerangi virus SARSCoV-2 terus bermunculan dari berbagai penjuru dunia. Beberapa sudah menunjukkan hasil yang menjanjikan di uji klinis. Ada juga sejumlah negara yang diam-diam menyiapkan produksi vaksin secara masal pada tahun ini.
WORLD Health Organization (WHO) merekap, terdapat 133 vaksin yang sedang dikembangkan di dunia. Di Eropa, ada 56 lembaga yang sedang meneliti zat penangkal Covid-19. Selain itu, 54 proyek vaksin sedang dikebut di Amerika Utara. Wilayah dengan penelitian terbanyak ketiga adalahAsiaPasifikdengan25proyek
Dari wilayah tersebut, AS menjadi negara paling antusias. Negara pimpinan Presiden Donald Trump itu memiliki 42 proyek vaksin. Salah satunya vaksin yang sedang dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi Moderna. Vaksin mRNA itu mencatat rapor hijau di fase pertama pengujian terhadap manusia. ”Kami berharap bisa memproduksi jutaan dosis vaksin pada awal 2021,” ujar Anthony Fauci, salah satu anggota satgas Covid-19 AS, kepada CNN.
Angka pengembangan vaksin Covid-19 memang sudah mencapai tiga digit. Namun, banyak peserta dalam perlombaan medis itu yang diperkirakan gugur di tengah jalan. Sampai saat ini, baru 10 vaksin yang sudah masuk tahap uji klinis. Lainnya masih menjalani uji praklinis.
Langkah lembaga yang sudah memiliki senyawa yang berpotensi menjadi vaksin malah semakin cepat. Beberapa sudah bekerja sama dengan perusahaan farmasi untuk menyiapkan produksi. Jika terbukti efektif, produksi langsung digenjot. Salah satu yang sudah berancang-ancang adalah Universitas Oxford. Tim dari Inggris itu sudah bekerja sama dengan AstraZeneca PLC untuk membuat satu miliar dosis siap edar. Mereka bahkan berencana memulai produksi sebelum uji klinis untuk mencuri start.
Pekan lalu mereka juga menggandeng raksasa industri vaksin asal India, Serum Institute of India (SII). SII ditunjuk sebagai produsen vaksin untuk negara miskin dan berkembang. Perusahaan itu memang terkenal sebagai penyedia vaksin terjangkau untuk kaum tak mampu. ”Kami punya kemampuan untuk mendongkrak produksi dalam waktu cepat. Kalau perlu, kami hentikan dulu produksi vaksin lain,” ujar Chief Executive SII Adar Poonawalla kepada The Wall Street Journal.
Jika vaksin tersebut terbukti ampuh, tahun ini mereka akan memproduksi 400 juta dosis terlebih dahulu.
Sampai saat ini, vaksin ChAdOx1 nCoV-19 menunjukkan hasil yang menjanjikan. Vaksin yang menggunakan adenovirus, virus yang biasa menyebabkan flu, berhasil mencegah pemilik virus terkena pneumonia. Namun, vaksin itu tak bisa mencegah virus untuk menginfeksi tubuh pasien atau orang lain.
Teknologi yang sama digunakan oleh CanSino Biologics untuk menciptakan vaksin Ad5-nCoV. Namun, teknologi vaksin tersebut termasuk baru dan belum teruji dalam penggunaan masal.
Pakar juga mengingatkan bahwa vaksin-vaksin yang dikembangkan tak akan bekerja secara ideal. Kalaupun terbukti efektif, imunitas yang diciptakan tak akan bertahan lama. ”Ketika kita melihat virus korona umum, imunitas yang bisa diciptakan di tubuh hanya akan bertahan tiga bulan sampai satu tahun,” ungkapnya.
Bagaimana produksi vaksin di Indonesia? Menurut catatan Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN), penelitian vaksin baru pada tahap whole genome sequencing atau mencari ciri virus korona yang ada di Indonesia. Meski demikian, pemerintah menargetkan tahun depan sudah bisa dilakukan produksi dan distribusi vaksin Covid-19.
Pemerintah tak ingin bergantung pada vaksin bikinan luar negeri. Terlebih, kebutuhan awal di tanah air mencapai 300 juta ampul. Untuk bisa memenuhi kebutuhan itu, Kementerian Ristek bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Mereka membentuk tim pengembangan vaksin Covid-19 yang terpisah dengan tim konsorsium. ”Terbentuk pada awal Maret,” ujar Menristek Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro.
Selain vaksin, peneliti tanah air juga tengah mengembangkan berbagai inovasi untuk menghadapi Covid-19. Namun, Bambang yakin bahwa vaksin adalah solusi pemungkas. Tim konsorsium itu dipimpin Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Anggotanya melibatkan para peneliti dari beberapa perguruan tinggi, LIPI, dan BPPT. ”Selain itu, melibatkan industri seperti Bio Farma.”
Awal bulan ini, tim konsorsium baru mengembangkan protein rekombinan. Menurut Bambang, protein itu bisa mewakili protein yang dimiliki virus SARS Cov-2 yang akan digunakan untuk vaksin. ”Eijkman dibantu Unair tengah memperbanyak genome sequencing untuk mempelajari karakter virus di Indonesia,” ucapnya.
Whole genome sequencing bertujuan untuk membaca karakteristik virus di Indonesia. Dari tindakan itu, Eijkman sudah menemukan tujuh karakter virus dan Unair menemukan dua karakter virus. Dari situ, menurut Bambang, peneliti bisa mengenal delapan di antara sembilan yang sudah disampaikan di luar kategori utama yang sudah ditentukan GISAID. GISAID adalah bank data influenza di dunia yang bertugas mengumpulkan semua virus flu.
Untuk riset tahap awal ini, pemerintah menyiapkan Rp 5 miliar. Alasannya, Eijkman sebagai ketua tim konsorsium sudah memiliki kapasitas untuk meneliti vaksin. Sehingga tak banyak memakan modal awal. Produksi dan distribusi akan didukung Kementerian Kesehatan dan industri swasta maupun BUMN. ”Riset ini tidak sampai produk akhir yang digunakan ke manusia, namun sampai prototipe vaksin ditemukan. Kemudian, uji klinis dilakukan Kemenkes dan produksi dilakukan oleh industri,” ucapnya.
Bambang menambahkan, Eijkman memperkirakan prototipe SARS Cov-2 selesai pada Maret tahun depan. Setelah itu, harus ada proses produksi dan distribusi. Anggaran pada tahap tersebut juga tidak kecil. Bagaimana seandainya negara lain menemukan vaksin Covid-19 terlebih dahulu? Bambang menyatakan, whole genome sequencing berguna untuk menskrining vaksin dari luar negeri itu. Apakah vaksin tersebut cocok dengan virus yang ada di tanah air atau tidak.