Pangdam-Kapolda Desak Pemda Lebih Tegas
PSBB Surabaya Raya Berakhir, Kewenangan Kembali ke Daerah Disiplin Warga Masih Rendah, Perlu Regulasi yang Jelas
SURABAYA, Jawa Pos – Masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik berakhir kemarin. Tidak ada lagi perpanjangan. Selanjutnya, penanganan Covid-19 diserahkan kepada kebijakan daerah masing-masing.
Namun, ada catatan tegas yang disampaikan Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Widodo Iryansyah dan Kapolda Jatim Irjen Pol Fadil Imran. Mereka meminta pemkot dan pemkab membikin regulasi yang tegas J
Rapat penetapan berakhirnya PSBB di Surabaya Raya berlangsung di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, kemarin. Rapat tersebut merupakan kelanjutan dari pertemuan sebelumnya yang diadakan pada Minggu malam (7/6). Rapat dipimpin langsung oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Dia didampingi Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak dan Wakil Ketua DPRD Jatim Anik Maslachah. Pangdam dan Kapolda turut mendampingi Khofifah.
Tiga kepala daerah Surabaya Raya juga hadir. Yakni, Bupati Gresik Sambari Halim Radianto, Plt Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin, serta Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Masingmasing mendapat kesempatan memaparkan program dan evaluasi selama tiga kali masa PSBB. Tiga kepala daerah tersebut sama-sama sepakat bahwa PSBB Surabaya Raya tidak perlu diperpanjang. ”Kami akan menguatkan standar protokol kesehatan,” kata Risma.
Setelah paparan tersebut, Khofifah menyatakan bahwa keputusan gubernur yang memayungi PSBB jilid III berlangsung sampai 8 Juni (kemarin). Di atas tanggal itu, kebijakan dikembalikan ke daerah. ”Artinya, PSBB berakhir dan kelanjutannya diserahkan daerah masing-masing,” ucapnya.
Hasil paparan tiga kepala daerah itu dikomentari Pangdam V/ Brawijaya Mayjen TNI Widodo Iryansyah. Dia meminta daerah harus tegas. Selama ini ketegasan itu belum tampak. ”Kami dan Polri bekerja siang malam, perlu dukungan dari pemerintah,” ujarnya.
Pelaksanaan PSBB di Surabaya Raya menuai banyak catatan. Yang cukup menohok adalah kurangnya peran pemerintah daerah. Selain itu, regulasi kurang jelas. ”Akibatnya, kami kesulitan saat hendak bergerak di lapangan,” tegas jenderal bintang dua itu. Padahal, panglima TNI dan Kapolri telah menginstruksikan operasi kedisiplinan. Namun, semangat anggota TNI dan Polri belum diimbangi peran pemerintah daerah.
Kapolda Jatim Irjen Pol Fadil Imran sepakat dengan pernyataan itu. Dia ingin pemerintah daerah lebih aktif. Dia mencontohkan, selama ini TNI dan Polri telah memprakarsai pendirian kampung tangguh di banyak daerah. Dengan metode itu, sistem pengamanan dibangun oleh warga dan untuk warga. ”Ini tatanan bagus, Polri dan TNI turun langsung ke lapangan,” ujarnya.
Dia juga menyatakan, Polri telah melakukan refocusing anggaran untuk pencegahan Covid-19. Menurut dia, Polri telah bertindak serius, tapi peran pemerintah daerah masih kurang. ”Mari lepaskan ego, kita hadapi dan selesaikan Covid-19 bersama-sama,” tegasnya.
Lebih lanjut, Pangdam meminta daerah memaparkan rancangan peraturan bupati (raperbup) dan rancangan peraturan wali kota (raperwali) yang akan diterapkan. Dua regulasi itulah yang menentukan langkah pengendalian masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Hingga tadi malam, regulasi setiap daerah masih dibahas. Pangdam dan
Kapolda ingin melihat konsekuensi dari pelanggaran tersebut. Mereka tidak ingin regulasi yang menjadi dasar kebijakan selanjutnya itu justru tidak tegas.
Wakil Ketua DPRD Jatim Anik Masclahah berharap, setelah PSBB tidak lagi diberlakukan, tidak ada lonjakan kasus positif di Surabaya Raya. Dia mengakui, PSBB yang berlangsung selama tiga tahap itu belum membentuk kedisiplinan warga. Idealnya, kebijakan itu tetap berlanjut. ”Tapi, saya menghormati apa yang sudah diputuskan,” ucapnya.
Jokowi Mulai Rapat Fisik
Setahap demi setahap, tatanan normal baru diterapkan di lingkungan istana kepresidenan. Setelah Jumat lalu (5/6) masjid di lingkungan istana menggelar salat Jumat, kemarin (8/6) Presiden Jokowi mengadakan rapat kabinet terbatas intern lewat pertemuan fisik di Istana Bogor. Ratas itu menjadi rapat perdana yang diselenggarakan dengan menghadirkan peserta secara fisik setelah lebih dari dua bulan ratas secara virtual.
Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono menjelaskan, ratas kemarin dilaksanakan dengan protokol jaga jarak. Kapasitas ruangan pun dikurangi 50 persen. ’’Dengan konsep jarak kursi masing-masing 2 meter,’’ terangnya. Protokol kesehatan bagi tiap peserta juga diberlakukan sebelum dan selama ratas berlangsung hingga selesai.
Pada prinsipnya, istana akan menjadi contoh bagaimana menerapkan protokol kesehatan dalam menjalankan pekerjaan. Sejumlah institusi juga sudah mengajukan permintaan audiensi dengan istana mengenai bagaimana menerapkan protokol tersebut.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menuturkan, kepatuhan menerapkan protokol kesehatan saat ini lebih penting ketimbang saat PSBB. Sebab, saat PSBB masyarakat lebih banyak berada di rumah. Sementara itu, pada masa new normal, masyarakat mulai beraktivitas di luar rumah. Baik untuk bekerja maupun beribadah. Misalnya, menjalankan salat Jumat. ’’Ketika kita berkomunikasi, berkegiatan (di luar rumah, Red), maka menjaga protokol kesehatan sangat penting,’’ katanya.
Ma’ruf menjelaskan, saat ini memasuki masa transisi ke new normal. Dia menuturkan, kebijakan new normal diambil karena ada dua bahaya yang tidak bisa ditinggalkan. Yakni, bahaya penularan penyakit Covid-19 dan bahaya krisis ekonomi. Menurut Ma’ruf, butuh waktu lama untuk mengembalikan kondisi perekonomian jika sudah krisis.
Dia menegaskan, saat ini masyarakat harus benar-benar mengikuti ketentuan pemerintah untuk menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin tinggi. Jika tidak bisa, akan terjadi transmisi atau penularan Covid-19 yang lebih tinggi. Namun, Ma’ruf mengatakan bahwa kondisi wabah Covid-19 saat ini relatif bisa terkontrol sehingga sudah bisa memasuki new normal. ’’Tapi, kuncinya adalah kepatuhan masyarakat pada protokol kesehatan,’’ tegasnya.