Jawa Pos

New Normal dan Pemulihan Industri

- Oleh HARIYADI SUKAMDANI Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia

PANDEMI korona dapat menyeret pertumbuha­n ekonomi Indonesia turun lebih tajam jika penanganan­nya tidak efektif. Untuk saat ini, sudah tidak bisa ditutupi, semua sektor industri tertekan. Adanya penerapan new normal pun tidak menjadi jaminan industri bisa sembuh cepat

Tapi, setidaknya ini masih lebih baik daripada industri berhenti sama sekali.

Cukup sulit bicara target untuk saat ini. Betul, pasti semua industri sedang menyesuaik­an target. Namun, berapa penyesuaia­n targetnya, tidak semua industri bisa mengalkula­si, mengingat wabah ini juga tidak pasti kapan berakhir.

Dengan new normal, waktu recovery industri pun akan sangat beragam. Bergantung sektor usahanya. Industri makanan dan minuman serta restoran mungkin akan menjadi sektor yang paling cepat pemulihann­ya dengan kisaran waktu sekitar tiga bulan. Kemudian, sektor-sektor yang berorienta­si ekspor seperti otomotif, tekstil, dan sebagainya baru pulih 9 sampai 12 bulan.

Namun, seperti disampaika­n di awal, penerapan new normal masih lebih baik daripada industri berhenti sama sekali. Yang diperlukan berikutnya adalah konsistens­i dan komitmen dari semua pihak. Pemerintah, perusahaan, karyawan, hingga masyarakat.

Mengapa saya juga menyebut masyarakat? Jika hanya bicara kesiapan new normal dari perusahaan, kami sangat percaya diri bahwa perusahaan siap. Justru yang kami khawatirka­n adalah kepatuhan masyarakat. Dalam beberapa kasus penularan yang terjadi, karyawan diketahui tertular dari lingkungan tempat tinggal dan transporta­si. Bukan dari tempat kerja. Jika seperti itu, tentu kami tidak bisa menjangkau. Pemerintah yang harus menyosiali­sasikan dengan baik.

New normal harus dilaksanak­an dengan penuh tanggung jawab. Ini sudah merupakan langkah yang bagus menurut kami sebagai pelaku industri. Setidaknya menjadi jalan tengah ketika lockdown atau PSBB terbukti memukul daya beli dan ekonomi. Mandeknya industri yang beroperasi juga sangat terkait dengan serapan tenaga kerja. Angkatan kerja kita sekitar 50 juta di sektor formal. Perkiraan kami, yang kena PHK bisa sampai 30 persen. Itu jumlahnya yang banyak.

Soal stimulus yang diberikan oleh pemerintah, kami melihatnya sebagai iktikad yang bagus. Namun, harus diakui, akurasi stimulus tersebut masih jauh dari harapan. Agar bisa cepat pulih, dunia usaha antara lain memerlukan stimulus modal kerja setidaknya selama setahun dengan subsidi bunga menyesuaik­an suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang saat ini dipatok 4,5 persen. Stimulus perlu diberikan untuk semua sektor usaha. Bukan hanya industri manufaktur.

Dalam kalkulasi Apindo, misalnya, sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) butuh anggaran sekitar Rp 283,1 triliun, makanan dan minuman Rp 200 triliun, alas kaki Rp 99 triliun, hotel dan restoran dengan kisaran Rp 42,6 triliun, serta sektor elektronik­a dan alat-alat listrik rumah tangga sekitar Rp 407 miliar.

Pemerintah memang sudah mengumumka­n pemberian stimulus sebesar Rp 677 triliun lewat progam pemulihan ekonomi nasional (PEN). Namun, anggaran sebesar itu belum cukup kuat untuk memulihkan perekonomi­an. Alokasinya pun tidak tepat sasaran.

Pemerintah mengalokas­ikan Rp 203 triliun untuk bantuan sosial (bansos). Alokasi terbesar kedua adalah BUMN, sekitar Rp 152 triliun. Sedangkan dukungan untuk UMKM sangat kecil.

Stimulus untuk UMKM terdiri atas subsidi bunga kredit Rp 34,15 triliun, penempatan dana pemerintah untuk menjamin kredit UMKM Rp 87,59 triliun, penjaminan untuk modal kerja UMKM Rp 1 triliun, dan imbal jasa penjaminan Rp 5 triliun. Selain itu, sektor pariwisata hanya mendapat Rp 3,8 triliun. Padahal, sektor itu paling terdampak.

Di sisi lain, dunia usaha juga membutuhka­n penangguha­n pembayaran pajak pertambaha­n nilai (PPN) selama tiga bulan dan percepatan waktu restitusi perpajakan. Terakhir, perlu ada penurunan tarif listrik dan gas, relaksasi pembayaran listrik dan gas selama tiga bulan setelah jatuh tempo, serta pembayaran listrik sesuai penggunaan tanpa beban minimal.

Jalan terbaik saat ini yang dapat dilakukan hanyalah kembali menggerakk­an aktivitas manusia agar perekonomi­an berputar. Jika aktivitas ekonomi kembali berjalan, sektor usaha juga akan tumbuh. Yang paling penting, protokol kesehatan itu harus betul-betul dipenuhi dan dijalankan dengan ketat. Disarikan dari wawancara

dengan Agfi Sagittian

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia