Mendagri Berguru Pemilu Korsel
Untuk Referensi Pilkada dengan Protokol Penanganan Covid-19
JAKARTA, Jawa Pos – Kesuksesan Korea Selatan (Korsel) menggelar pemilu nasional di masa puncak pandemi Covid-19 pada 15 April lalu menjadi perhatian dunia. Pemerintah Indonesia sendiri menjadikan kiprah Korsel sebagai referensi menjelang pelaksanaan pilkada serentak pada 9 Desember 2020.
Kemarin (8/6) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengundang Duta Besar (Dubes) Korsel untuk Indonesia Kim Chang-beom ke kantor Kemendagri, Jakarta. Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam tersebut, Tito menggali informasi soal kunci sukses Korsel menggelar pemilu.
Seusai pertemuan, Tito mengatakan, apa yang dicapai Korsel sangat menginspirasi. Bukan hanya bagi Indonesia, tapi juga dunia. Sebab, pelaksanaan pemilu di tengah pandemi justru menghasilkan angka partisipasi yang tertinggi. Mencapai 63 persen atau tertinggi sejak 30 tahun terakhir.
”Lalu berlangsung aman tanpa ada ledakan kasus Covid. Belajar dari Korsel inilah, tadi kami undang Dubes Korsel,” ujar Tito di halaman gedung A Kemendagri.
Tito menjelaskan, salah satu poin penting yang ditekankan Dubes Korsel untuk menjalankan pemilu di tengah pandemi adalah dukungan dan kerja sama publik untuk menjalankan protokol secara disiplin. Di samping itu, harus ada penggunaan alat pelindung diri bagi petugas maupun pemilih. ”Saat pemilu, mereka menggunakan face shield (pelindung muka), masker, dan glove (sarung tangan),” imbuhnya.
Selain itu, KPU Korsel menyiapkan sejumlah metode dengan karakteristik yang berbeda. Mulai coblosan untuk pemilih yang positif korona, pemilih karantina mandiri, hingga yang umum. Menurut Tito, penyelenggara pilkada di Indonesia bisa menjalin kerja sama dengan penyelenggara pemilu Korsel.
”Bila KPU dan Bawaslu ingin mendapatkan pengalaman dari KPU-nya Korsel, beliau siap untuk memfasilitasi,” ungkapnya.
Sementara itu, Dubes Korsel Kim Chang-beom mengapresiasi keputusan pemerintah Indonesia untuk tetap menggelar pilkada serentak tahun ini dengan menerapkan protokol kesehatan. Dia juga menegaskan bahwa penyelenggara pemilu di Korsel siap untuk berbagi pengalaman.
”Perlu sebuah keyakinan, kepercayaan, kerja sama, dan gotong royong untuk menunjukkan sebuah model baru,” tutur dia.
Sebelumnya Senior Program Manager
International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) Adhy Aman mengatakan, berdasar pantauan IDEA di Korsel, kesuksesan menggelar pemilu tidak lepas dari totalitas pemerintah. Sebagai contoh, alokasi anggaran yang disediakan dua kali lipat dari kebutuhan normal untuk menyediakan APD.
Kemudian, model pemungutan suara beragam, termasuk pemungutan suara via pos. Di sisi lain, masyarakatnya juga memiliki level kedisiplinan yang tinggi. ”Jadi, tidak mustahil menggelar pemilu di masa pandemi. Tapi berat, sulit, dan mahal,” ujarnya dalam diskusi virtual.