Saiful Ilah Mengaku Tidak Tahu untuk Apa
Uang yang Dibawa Ibnu Gopur
SURABAYA, Jawa Pos ‒ Sidang lanjutan kasus suap proyek di Pemkab Sidoarjo kemarin (8/6) menjadi ajang pembelaan bagi terdakwa Saiful Ilah. Bupati nonaktif itu menyatakan, dirinya tidak tahu apa-apa tentang uang suap yang dibawa Ibnu Gopur.
Samsul Huda, penasihat hukum Saiful Ilah, membacakan pembelaan kliennya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya kemarin. Samsul menilai dakwaan jaksa KPK cacat dan tidak cermat. Sebab, dalam dakwaan itu, banyak perbuatan yang tidak dilakukan Saiful Ilah, tetapi lebih mencermati perbuatan orang lain.
Dia menganggap hal itu justru membuat dakwaan menjadi prematur. ’’Perbuatan terdakwa lain justru yang lebih tergambarkan dalam kasus itu. Hal tersebut yang membuat prematurnya dakwaan,’’ katanya.
Menurut Samsul, pada saat OTT, kliennya tidak mengetahui uang yang dibawa Gopur. Tujuannya untuk apa, Saiful Ilah juga tidak tahu. Dengan demikian, dakwaan tersebut sangat tidak tepat diajukan jaksa.
Samsul menambahkan, uang Gopur bukan milik kliennya. Jadi, tidak tepat jika uang itu dijadikan alat bukti oleh
KPK. Dengan begitu, uang tersebut diperuntukkan bagi kepala dinas dan para ketua unit layanan pengadaan (ULP).
Samsul menyebut sudah ada sprindik baru. Namun, sprindik itu justru tidak dimasukkan berkas perkara. ’’Ini namanya tidak fair. Keadilan itu ada hukum acaranya. Jangan menunda keadilan orang lain. Itu namanya menista orang,’’ jelasnya.
Di pihak lain, jaksa KPK Arif Suhermanto menilai eksepsi yang disampaikan penasihat hukum terdakwa memuat materi praperadilan. Seharusnya, hal itu diajukan dalam praperadilan. Arif menganggap eksepsi tersebut salah tempat.
Terkait sprindik baru, dia menjelaskan, hal itu sangat berbeda dengan dakwaan. ’’Kalau sprindik yang baru itu jelas bukan dari hasil OTT. Namun, ada temuan baru yang perlu didalami penyidik. Itu bisa dikonfirmasi langsung ke juru bicara KPK,’’ kata jaksa lembaga antirasuah tersebut.
Sebagaimana diberitakan, Saiful Ilah menjadi terdakwa dalam kasus penerimaan suap pengerjaan proyek. Dia didakwa jaksa telah menerima Rp 550 juta. Kasus itu juga menjerat tiga terdakwa lain dari unsur pegawai negeri sipil dan dua kontraktor.