Belinya Tunai, Diproses Kredit
Diler Motor Merugi Ratusan Juta Rupiah
SURABAYA, Jawa Pos – Edy Mulyadi dan Choiron didakwa menggelapkan uang diler tempatnya bekerja. Modusnya, memanipulasi pembayaran pembelian sepeda motor. Konsumen yang membeli secara tunai dibuat seolah-olah membeli secara kredit. Uang pembayaran dari konsumen itu sebagian digunakan untuk membayarkan uang muka. Sisanya mereka gunakan untuk kepentingan pribadi.
Choiron sebagai sales bertugas mencari calon pembeli sepeda motor yang berniat membeli secara tunai. Setelah itu, dia mengarahkan konsumen untuk menemui Edy sebagai kepala cabang di kantor PT Panji Perkasa Perdana Motor di Jalan Manyar Kertoarjo. Transaksi dilakukan antara pembeli dan Edy. Setelah pembeli membayar lunas sepeda motor yang dibelinya, Edy memberikan tanda terima untuk pengirimaan sepeda motor.
”Setelah konsumen pulang, terdakwa Edy mengubah pembelian yang awalnya secara tunai dibuat seolah-olah pembayarannya secara kredit dengan membuat surat permohonan kredit (SPK),” ujar jaksa penuntut umum (JPU) Dinneke Absary dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya kemarin (8/6).
Pembelian itu pun diproses secara kredit. Namun, tidak melalui leasing. Chandra Halim, pemilik diler, kemudian menagih pembayaran kredit dari konsumen kepada leasing Rp 318 juta. ”Namun, dari leasing mengatakan tidak ada order dari diler,” ucapnya. Uang dari pembayaran konsumen itu ternyata telah dipergunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi.
Salah seorang pembeli, Lamuri, mengatakan, sepeda motor yang dibelinya sempat lambat diantarkan ke rumahnya. Pria asal Rungkut itu membeli Honda Scoopy Rp 18 juta secara tunai melalui Choiron. ”Saya beli Desember, tapi sepeda motor baru diantarkan Januari. Dua pekan lebih baru diantar. Saya belinya cash,” ujarnya saat bersaksi dalam persidangan.
Lamuri mengaku percaya dengan Choiron karena sebelumnya pernah membeli sepeda motor melalui terdakwa. Pada 2011 lalu, dia membeli Honda Beat secara kredit melalui terdakwa dan tidak ada masalah. Pengalaman itulah yang membuatnya memutuskan untuk membeli sepeda motor lagi melalui Choiron.
Dia tidak tahu bahwa sepeda motor yang dibelinya secara tunai diproses secara kredit. Menurut dia, terdakwa tidak pernah memberikan tanda bukti pembayaran secara tunai. ”Harusnya ada kuitansi cash, tapi tidak dikasih,” katanya.
Selain itu, Lamuri hingga kini, setelah enam bulan membeli sepeda motor secara tunai, tidak pernah mendapatkan BPKB. Terdakwa sempat menjanjikan tanda bukti kepemilikan sepeda motor itu segera diserahkan. Namun, hingga kini dia tidak pernah menerimanya.
Dia juga tidak pernah mengisi formulis SPK. Terdakwa telah memalsukannya. Mereka mengisi sendiri formulir seolah-olah pembeli yang mengajukan permohonan kredit. ”Formulir tidak pernah mengisi. Tanda tangannya mirip dengan punya saya,” kata Lamuri saat melihat surat tersebut saat ditunjukkan jaksa dalam persidangan.