Kalau Mundur, Bisa Hemat Rp 2 Triliun
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD) menyarankan agar pilkada dimundurkan lagi. Ada dua alternatif waktu tahapan. Pertama, tahapan pilkada bisa dimulai pada Oktober 2020 dan pencoblosan digelar Maret 2021. Dengan pengunduran itu, diasumsikan wabah Covid-19 sudah mulai mereda. Setidaknya kasus sudah mulai melandai.
Alternatif kedua, DPD mengusulkan agar pilkada diselenggarakan pada September 2021 dengan awal tahapan mulai Maret 2021. Diperkirakan, saat itu suasana pandemi jauh lebih terkendali. Serta kemungkinan vaksin virus korona sudah mulai tersedia tahun depan .” Pilkada 2021 memberikan cukup waktu untuk persiapan, termasuk dengan menggunakan skema pandemi,” jelas Ketua Komite I DPD Agustin Teras Narang.
Sementara itu, Wakil Ketua Komite I DPD Abdul Kholik mengingatkan, pembengkakan anggaran dapat dihindari jika pilkada tidak dipaksakan saat pandemi. Dengan waktu persiapan yang cukup, ujar dia, sangat memungkinkan dilakukan perbaikan tahapan.
Contohnya penyederhanaan proses penetapan daftar pemilih yang semula lima tahap menjadi dua tahap. Dalam menetapkan daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4), misalnya, cukup dilakukan analisis dan perbaikan oleh KPU/Bawaslu sesuai tingkatan untuk selanjutnya ditetapkan sebagai daftar pemilih tetap (DPT).
Untuk mengantisipasi ada pemilih yang masih tertinggal, dibuka ruang DPT perbaikan sampai H-7. Terakhir, pemilih dapat menggunakan KTP elektronik apabila tidak masuk dalam data DPT awal. Pola itu dinilai sangat cukup melindungi hak pemilih. ”Model ini akan menghilangkan coklit yang sejatinya tidak terlalu diperlukan lagi dengan asumsi data kependudukan sudah semakin baik,” paparnya.
Penyederhanaan penyusunan DPT, lanjut Kholik, berpotensi menghemat anggaran pilkada sampai Rp 2 triliun. Asumsinya, 270 daerah yang menggelar pilkada bisa menghemat biaya antara Rp 3 miliar sampai Rp 7 miliar per daerah.