Industri Kesehatan Topang Pertumbuhan
Manufaktur Kehilangan Potensi Rp 40 Triliun
JAKARTA, Jawa Pos – Kinerja positif sejumlah sektor industri membuat pemerintah optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi di tengah persebaran virus SARSCoV-2. Sektor kesehatan mendominasi industri yang kinerjanya baik tahun ini. Sektor tersebut akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi pada kemudian hari.
Tim Asistensi Menteri Koordinator Perekonomian Raden Pardede menyebutkan empat sektor yang kinerjanya bagus itu adalah pertanian, manufaktur, rumah sakit, dan obatobatan. Pandemi yang menekan dunia usaha sejak Maret memang mengubah motor pertumbuhan ekonomi. Pada sektor industri, penggeraknya kini adalah kesehatan.
’’Kita harus kembangkan besarbesaran industri kesehatan ini untuk bisa kita bangun sendiri,’’ kata Raden dalam jumpa pers virtual kemarin (9/6). Industri kesehatan, menurut dia, juga harus bisa menyerap banyak tenaga kerja.
Dalam kesempatan itu, dia mengimbau masyarakat kelas menengah atas agar tidak bergantung pada pengobatan negara lain. Menurut Raden, devisa yang dikeluarkan orang Indonesia untuk berobat ke negara lain per tahun mencapai Rp 75 triliun. Bahkan, yang dikeluarkan bisa sampai Rp 100 triliun.
Dua negara Asia Tenggara yang menjadi sasaran utama pengobatan adalah Singapura dan Malaysia.
Sejak diterapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), mereka yang bisa berobat ke luar negeri tidak bisa lagi bebas bepergian. Itu menjadi peluang untuk mengembangkan industri kesehatan dalam negeri. ’’Sekarang punya uang pun ya tidak akan bisa diterima di Singapura atau Malaysia,’’ tuturnya.
Pria yang juga dikenal sebagai ekonom senior itu mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mulai memaksimalkan potensi industri kesehatan.
Demikian juga manufaktur dan perdagangan elektronik. ’’Situasi new normal ini melahirkan industriindustri yang beradaptasi dengan situasi baru,’’ ucap alumnus Boston University tersebut.
Terpisah, Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa menyatakan bahwa pandemi membuat sektor manufaktur kehilangan pendapatan hingga Rp 40 triliun. Sebab, dari 17 subsektor manufaktur, rata-rata utilitasnya hilang 50 persen.
Akibatnya, dari 10 juta tenaga kerja yang dipekerjakan, sebanyak 5 juta orang dirumahkan atau jam kerjanya dikurangi. ’’Katakan 50 persen. Artinya, 10 juta orang ini bisa saja 5 juta dirumahkan atau 5 juta itu bekerja paro waktu,’’ jelasnya.(dee/c20/hep)