Material Hazmat Harus Tepat
SURABAYA, Jawa Pos - Saat ini banyak produsen yang membuat baju hazardous materials (hazmat) untuk alat pelindung diri (APD) para tenaga kesehatan (nakes). Namun, tidak semua material yang digunakan sesuai dengan standar. Karena itu, beberapa dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melakukan analisis material baju hazmat sesuai dengan standar.
Para dosen tersebut adalah Dr Eng Hosta Ardhyananta ST MSc, Dr Widyastuti SSi MSi, Azzah Dyah Pramata ST MT MEng PhD, dan Diah Susanti ST MT PhD. Mereka adalah dosen Departemen Teknik Material ITS.
Widyastuti menyatakan, ada beberapa standar yang digunakan dalam pembuatan APD hazmat. Baik standar dari WHO maupun Uni Eropa (EU). Baju itu harus mencantumkan jenis material, batasan, masa berlaku, ukuran, kompatibilitas, dan informasi penting lainnya. ”Seperti pakaian yang digunakan sehari-hari, hazmat juga harus mencantumkan jenis bahan dan cara pencucian,” ujarnya.
PerempuanyangkaribdisapaWidyaitumenuturkan, material APD hazmat umumnya bergantung dengan jenis yang ditapis. ”Khusus untuk penanganan Covid-19, material yang digunakan tenaga medis harus lolos uji resistansi terhadap penetrasi darah dan cairan tubuh,” ujarnya.
Widya menuturkan, material APD dapat dibedakan menjadi sekali pakai (disposable) dan dapat dicuci ulang (reusable). Dia menjelaskan, APD yang dapat dicuci ulang biasanya menggunakan material serat polimer plastik woven fabric dengan serat yang berukuran besar. Sementara itu, APD sekali pakai menggunakan material serat polimer plastik nonwoven fabric dengan serat yang berukuran kecil. ”Selain material, kenyamanan menjadi hal penting dalam pembuatan hazmat,” ujarnya.
Widya menyatakan, berdasar arahan BNPB, APD di Indonesia dapat dikembangkan dengan menggunakan bahan alternatif berbasis polyurethane dan polyester. Bahan tersebut telah direkomendasikan American Chemical Society (ACS). Kombinasi kain polyester dengan ukuran yang pas di badan dapat menahan 80 hingga 90 persen partikulat aerosol yang berukuran hingga 10 nanometer. “Material polyester tersebut aman dan tidak berpotensi mengakibatkan iritasi pada kulit, mata, dan pernapasan,” katanya. Dengan analisis material hazmat tersebut, lanjut dia, para produsen dapat memperhatikan standar yang benar.