Buka Sekolah jika Sudah Temukan Protokol yang Pas
JAKARTA, Jawa Pos - Wacana pembukaansekolahdianggapterlalu berisiko untuk diterapkan saat ini. PakarepidemiologidariUniversitas Indonesia(UI)PanduRionomenyampaikan, rencana itu seharusnya tak disangkutpautkandenganzonayang disebutkanolehpemerintahkarena kriteria yang digunakan tidak jelas. ”Tidakadayanghijau,semuamerah,” ujarnyadalamdiskusionlinetentang new normal kemarin (11/6).
Yang perlu digarisbawahi, keputusan itu mestinya diambil bukan bergantung wilayah. Sebab, virus tidak terpengaruh wilayah, tapi pergerakan manusia. Ketika manusia banyak bergerak dan berkumpul, ada risiko penularan.
Pada prevalensi 5 persen, probabilitas adanya paling tidak 1 orang dengan Covid-19 pada 25 orang yang berkumpul adalah 73 persen. Probabilitas itu semakin tinggi ketika jumlah orang yang berkumpul semakin banyak. Harus ada upaya mengurangi risiko. ”Pandemi ini panjang. Tapi, bukan berarti dalam masa pendemi ini tidak bisa melakukan kegiatan sosial,” jelasnya.
Cara yang dapat dilakukan, lanjut dia, adalah selalu menggunakan masker ketika keluar rumah dan menjaga jarak minimal 1 meter. ”Termasuk nanti pembukaan sekolah. Tapi, saat ini jangan dulu. Tunda dulu,” tegasnya.
Dia berpendapat, risikonya masih terlalu besar. Akan sangat sulit mengontrol perilaku anak ketika berada di sekolah dan bertemu dengan teman-temannya. Sekolah bisa dibuka saat sudah ditemukan cara paling pas untuk mengurangi risiko penularan, termasuk pengaturan jumlah siswa per kelas.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Aman B. Pulungan SpA menyatakan, problem kesehatan anak sangat banyak. Terutama pada kasus Covid-19. ”Kasus PDP, positif, dan yang meninggal (pada anak, Red) terus meningkat tiap minggunya,” ungkapnya.
Terkait dengan dibukanya sekolah di tanah air, Aman mengatakan, risiko ketika sekolah dibuka tidak hanya dihadapi anak, tapi juga guru dan staf. Karena itu, diperlukan kajian yang jelas.