Jangan Buru-Buru Masuk Sekolah
MENARIK membaca tulisan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sidoarjo Asrofi. Dalam tulisan berjudul Bersiap Belajar ala New Normal (Jawa Pos 29/5), dipaparkan sejumlah rencana dinas dikbud soal tatanan baru atau new normal bila sekolah dibuka lagi.
Di antaranya, pengaturan jam belajar, tempat duduk siswa, protokol kesehatan ala Covid-19, dan sebagainya. Langkah persiapan itu dinilai tepat, mengingat new normal harus dilakukan karena tuntutan keadaaan. Tapi, persiapan new normal harus dimatangkan. Perlu didiskusikan dengan berbagai pihak sebelum diterapkan. Termasuk guru dan siswa.
Publik berharap dinas dikbud juga tidak grusa-grusu membuka sekolah. Keselamatan warga sekolah yang utama. Jangan sampai sekolah dibuka malah menjadi klaster baru persebaran Covid-19. Hingga saat ini di Sidoarjo masih terjadi penambahan jumlah pasien positif Covid-19.
Karena itu, para ahli belum bisa memperkirakan kapan pandemi ini berakhir. Menyikapi kondisi tersebut, mau tidak mau, bidang pendidikan, di dalamnya termasuk sekolah, perlu mulai mempersiapkan konsep menghadapi new normal. Sehingga saat new normal benar-benar diberlakukan, sekolah sudah benar-benar siap.
Rencana pemerintah memberlakukan new normal di lingkungan pendidikan perlu diimbangi standard operating procedure (SOP) yang matang. Sosialisasi juga harus baik. Agar masyarakat, siswa, dan guru memahami dan melaksanakan SOP dengan baik saat new normal.
Selain SOP, perlu pula persiapan anggaran. Sebagian sekolah sangat butuh bantuan untuk mendukung pemenuhan kelengkapan dalam SOP new normal. Jangan sampai sekolah tidak bisa melaksanakan SOP dengan baik akibat keterbatasan anggaran. Sebab, mereka yang tidak disiplin dan melaksanakan SOP dengan baik dikhawatirkan menimbulkan bencana bagi yang lain.
Lantas, kapan kegiatan belajar dan mengajar new normal itu dilaksanakan? Bisa jadi 13 Juli 2020. Awal tahun ajaran baru. Namun, Dinas Dikbud Sidoarjo masih menunggu arahan Kemendikbud. Pelaksanaan kembali kegiatan belajar penting. Tapi, jangan sampai tak memperhatikan faktor kesehatan.
Ketua Umum PB PGRI Prof Unifah Rosyidi mengingatkan, keputusan kembali membuka sekolah harus mempertimbangkan keselamatan siswa dan bangsa. Paling tidak harus memiliki dasar analisis ilmiah. Baik dari para ahli kesehatan, ahli pendidikan, maupun pemerintah daerah yang benar-benar mengetahui fakta di lapangan.
Sekolah-sekolah di zona merah penularan Covid-19 tidak boleh dibuka dulu. Apalagi jika tak ada penurunan jumlah yang tertular Covid-19. Kesiapan pelayanan rumah sakit juga harus diperhatikan. Artinya, jika sekolah dibuka dan ternyata jadi pusat baru penularan, rumah sakitrumah sakit harus siap memberikan pelayanan terbaik. Jika tidak, lebih baik pembukaan sekolah ditunda.
KPAI pun ikut bersuara. Menurut Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti, Kemendikbud seharusnya berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan para ahli epidemiologi. Anak-anak sangat rentan tertular karena kedisiplinan dalam melakukan protokol kesehatan. Antara lain, cuci tangan, bermasker, serta menjaga jarak sosial dan fisik. Jika satu saja anak terkena Covid-19, ledakan tambahan penderita tak bisa dicegah.
Jadi, Kemendikbud dan Dinas Dikbud Sidoarjo tidak boleh gegabah. Segera libatkan pakar kesehatan, pakar pendidikan, psikolog, antropolog, dan ahli lain untuk membedah secara ilmiah. Apakah sudah siap kembali membuka sekolah atau belum. Apa pun keputusan yang dihasilkan hendaknya memperhatikan kesehatan anak.
KURNIAWAN ADI SANTOSO