Risma Hemat Anggaran Penanganan Covid-19
Untuk Pastikan Alokasi Benar-Benar Efektif
SURABAYA, Jawa Pos – Belanja untuk peralatan penanganan Covid-19 di Surabaya dihitung dengan cermat. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengakui bahwa dirinya berpikir panjang untuk memastikan anggaran yang digunakan untuk belanja tersebut benar-benar efektif.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjelaskan, dirinya memang tidak suka bila mengeluarkan biaya besar, tapi hanya untuk jangka pendek. Dikhawatirkan peralatan yang hanya khusus untuk penanaganan Covid-19 itu tidak terpakai begitu pandemi berakhir. ”Terus kalau sudah normal, manfaatnya opo?
Kan sayang,” ungkap Risma. Dia menyebutkan bahwa anggaran yang dimiliki pemkot memang terbatas sehingga harus benar-benar dialokasikan untuk penanganan jangka panjang. ”Sayang duitnya. Makanya, aku sangat hemat. Sangat berusaha efisien sekali untuk pengeluaran ini,” tegas Risma yang pernah menjadi kepala Bappeko Surabaya.
Biasanya, Risma selalu bertanya kepada Kepala Dinas Kesehatan Febria Rachmanita untuk peralatan yang akan dibeli. Bila peralatan tersebut bisa digunakan untuk jangka panjang, akan dilakukan pengadaan. ”Tapi, aku selalu tanya ke Bu Feni, ’Buk kalau alat ini bisa?’ Oh, itu bisa untuk TBC. Oh oke,” imbuh Risma.
Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti sepakat dengan penghematan yang dilakukan pemkot. Bukan hanya dana proyek-proyek yang direncanakan sejak 2019. Melainkan juga anggaran Covid-19 sebesar Rp 196 miliar yang dibicarakan dengan
DPRD Surabaya sejak Maret lalu. ”Misalnya, anggaran bansos untuk warga tak mampu Rp 160 miliar. Itu tidak dibelanjakan,” ujar Reni kemarin.
Pemkot mendapat banyak bantuan dari pemerintah pusat maupun provinsi. Bahkan, anggaran bansos tunai dari Kementerian Sosial untuk 174.332 masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mencapai Rp 300 miliar.
Masing-masing keluarga mendapatkan Rp 600 ribu selama tiga bulan berturut-turut.
Pemprov Jatim juga memberikan bantuan tunai untuk 45 ribu keluarga. Besarnya Rp 200 ribu per bulan selama tiga bulan. Ada juga bantuan dari presiden, donatur, hingga corporate social responsibility (CSR).
Reni menilai ada anggaran ratusan miliar dari APBD yang bisa dihemat. Nah, dia melihat sejumlah pos anggaran masih memerlukan suntikan dana. Salah satunya adalah Kampung Wani Jogo Suroboyo dan pasar tangguh. ”Apakah dua program itu diprioritaskan? Kalau iya, harus ada dukungan anggaran di sana,” kata mantan anggota komisi A itu.
Ada 1.360 RW di Surabaya. Rekan Reni di Fraksi PKS Fatkur Rohman sudah menghitung kebutuhan biayanya. Jika setiap RW mendapatkan Rp 5 juta, pemkot hanya perlu menyediakan anggaran Rp 6,8 miliar.
Reni menilai anggaran itu terhitung sangat kecil jika dibandingkan dengan penghematan yang sudah dilakukan pemkot. Menurut dia, suntikan dana untuk RW sangat mendesak. Sebab, ada empat satgas di masing-masing posko yang membutuhkan anggaran operasional. ”Misalnya, konsumsi jaga, membeli masker, melakukan penyemprotan disinfektan. Dan biaya membangun portal. Itu tidak murah,” katanya.
Dia juga mengingatkan komitmen bersama yang sudah ditandatangani tiga kepala daerah dari Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo. Juga Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Para kepala daerah sepakat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak dilanjutkan.
Ada lima poin yang menjadi komitmen bersama. Reni menekankan pada poin pertama. Yakni, setiap kepala daerah sepakat untuk mengerahkan ketersediaan sumber daya personel, materiil, prosedur, hingga anggaran yang dimiliki untuk pencegahan dan penanggulangan Covid-19. ”Seharusnya, kampungkampung yang katanya jadi ujung tombak ini mendapat dukungan sesuai komitmen bersama itu,” tegasnya.