TNI Pimpin RS Darurat di Surabaya
Kirim Puluhan Tenaga Medis dan Alat Kesehatan
JAKARTA, Jawa Pos – Intervensi pemerintah pusat untuk penanganan Covid-19 di tiga provinsi terus berlanjut. Yakni, Jawa Timur (Jatim), Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Kalimatan Selatan (Kalsel). Tiga provinsi itu telah mendapatkan tambahan fasilitas untuk mempercepat penanganan korona.
’’Untuk rumah sakit darurat yang ada di Surabaya itu, beliau (presiden, Red) memerintahkan supaya ditangani oleh Panglima Kogabwilhan II,’’ terang Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy seusai pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta kemarin. Kogabwilhan II merupakan singkatan dari Komando Gabungan Wilayah Pertahanan II. Kogabwilhan II adalah komando utama operasi, satuan baru yang langsung berada di bawah Panglima
TNI. Panglima Kogabwilhan II saat ini dijabat Marsekal Madya TNI Imran Baidirus.
Penunjukan Pangkogabwilhan II didasari perkembangan yang terjadi beberapa bulan terakhir. Saat ini Pangkogabwilhan II mengurus RS Wisma Atlet Kemayoran Jakarta dan RS di Pulau Galang. Sejak awal, TNI memang dilibatkan untuk penanganan kedaruratan Covid-19
Di Surabaya saat ini terdapat satu RS darurat berkapasitas 540 bed. RS darurat itu berbasis tenda dan berlokasi di kompleks Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan Kemenkes di Jalan Indrapura, Surabaya.
RS tersebut didirikan untuk menambah kapasitas RS di Surabaya. Mengingat, penularan di Jatim tergolong tinggi. Pekan terakhir Mei lalu bahkan sempat menembus 502 kasus baru dalam sehari. Dengan demikian, dikhawatirkan kapasitas RS di Jatim tidak lagi mencukupi untuk merawat mereka.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menjelaskan, Jatim memiliki sejumlah klaster yang potensi penularannya cukup tinggi. Misalnya, klaster Gowa dan Jamaah Tabligh. ’’Termasuk juga yang berasal dari dalam, yaitu Pesantren Temboro dan pabrik Sampoerna,’’ ujar perwira TNI berpangkat letnan jenderal itu setelah ratas akhir bulan lalu.
Perwira Penerangan Kogabwilhan II Kolonel Infanteri Joko Susilo menyebutkan, pihaknya sudah siap melaksanakan tugas dari presiden. Menurut dia, sejauh ini belum ada arahan atau perintah resmi. Pihaknya baru mengetahui informasi tersebut dari pemberitaan media.
Meski demikian, Joko memastikan bahwa Kogabwilhan II bisa mengerahkan kekuatan di Surabaya. ”Akan sebagian nanti di sana (Surabaya),” ujarnya. Dia menyebutkan, Panglima Kogabwilhan II Marsekal Madya TNI Imran Baidirus juga memberikan perhatian kepada penanggulangan korona di Kalimantan Selatan. ”Keinginan dari panglima (Kogabwilhan II) juga untuk dibantu percepatan. Kalsel kan juga melonjak,” tambah dia.
Meski secara resmi belum mengelola rumah sakit darurat di
Surabaya, Joko mengakui, sedikit banyak Kogabwilhan II sudah terlibat aktif di rumah sakit itu. Menurut dia, panglima Kogabwilhan II menanyai Kodam V/ Brawijaya terkait dengan kebutuhan untuk penanggulangan Covid-19 di Jawa Timur. ”Oleh Pangkogab, surat dari Pangdam disampaikan kepada panglima TNI, akhirnya didukung tenaga medis dan alat-alat kesehatan,” ucap dia.
Menurut Joko, sedikitnya 30 dokter dan petugas medis lain dikirim panglima TNI untuk memperkuat tenaga medis di rumah sakit darurat itu. Bila kembali dibutuhkan tambahan, sangat mungkin pihaknya menambah lagi jumlah personel yang ditugaskan di sana. ”Akan kami upayakan ditambah. Karena kemarin itu kan Pangkogab ke sana menyampaikan kepada Pangdam,” tegasnya.
Peserta PPDS di RSUD dr Soetomo
Kesehatan para dokter residen atau peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di RSUD dr Soetomo akan dipantau lebih ketat. Tujuannya, tidak ada lagi yang tertular virus korona.
Penegasan tersebut disampaikan oleh Direktur Utama RSUD dr Soetomo Dr dr Joni Wahyuhadi SpBS (K) kemarin. Dia mengatakan, pihaknya sudah mengadakan audiensi dengan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga terkait dengan kasus yang menimpa peserta PPDS. Dia memastikan, siapa saja yang bertugas di RSUD dr Soetomo, baik di instalasi gawat darurat (IGD) maupun ruang isolasi khusus (RIK), akan dipantau setiap saat. Mereka juga wajib mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap. ”Setiap hari mereka harus ganti sebanyak tiga kali,” ucapnya.
Mengapa masih ada peserta PPDS yang terpapar Covid-19 meski sudah pakai APD level 3? Joni mengatakan hal itu bisa saja terjadi. Sebab, peserta PPDS setiap hari berkontak dengan pasien. ”Coba tunjukkan rumah sakit mana yang tidak ada nakes (tenaga kesehatan, Red) tertular Covid-19,” kata dia.
Terkait dengan insentif untuk para dokter residen PPDS, Joni mengatakan sudah ada aturannya. ”Kalau tidak salah, di kami dananya ratusan juta (rupiah, Red). Jumlahnya saya tak tahu pasti,” ucap dia. Menurut Joni, dana tersebut sudah disalurkan. ”Khususnya, terlebih dahulu ke dokter residen di RIK,” terangnya kemarin.
Dia menjelaskan, FK Unair sebagai penanggung jawab praktik dokter residen sudah mengakomodasi apa saja yang dibutuhkan. Dia juga mengatakan, peserta PPDS bukan staf RSUD dr Soetomo. ”RSUD dr Soetomo hanya wadah belajar,” ungkap dia. Meski begitu, dia menegaskan bahwa pencegahan persebaran korona kepada para dokter residen makin diperketat. Selain di RIK, juga di unit IGD. Sudah ada pemisahan pasien biasa dan Covid-19 di IGD. Pemisahan tersebut berjalan mulai kemarin. ”Hal itu kami lakukan untuk mencegah kasus serupa,” tambahnya. Petugas sekuriti juga menertibkan siapa saja yang berada di selasar IGD agar tidak berkerumun.
Joni berharap usaha yang dilakukan RSUD dr Soetomo bisa berjalan dengan baik. Dia juga mengajak masyarakat untuk berperilaku hidup bersih serta menerapkan protokol kesehatan di mana pun. ”Cara lain untuk menurunkan angka persebaran, ya masyarakatnya mendukung. Harus ada upaya semua elemen,” tutur dia.
Sebagaimana diberitakan, kasus dokter residen PPDS menyita perhatian publik. Berdasar data internal yang dihimpun Jawa Pos, ada 41 pasien yang terkonfirmasi positif. Namun, Joni membantah data itu. Dia mengatakan, hanya 12 orang yang terpapar Covid-19. Sebanyak 10 orang menjalani perawatan mandiri dan 2 orang mendapatkan penanganan intensif di RIK rumah sakit. ”Itu data yang saya miliki. Saya ndak tahu mereka pakai data yang mana,” ungkapnya. Karena itu, dia ingin informasi yang beredar tidak simpang siur dan membuat masyarakat bingung.
Terkait dengan kondisi kerja PPDS, dia menerangkan bahwa sistemnya dibimbing senior. Waktu pelaksanaan disesuaikan, berdasar kesepakatan dokter senior dengan peserta PPDS. ”Memang begitu sistemnya. Saya dulu bagian dari mereka. Bedanya, saat ini kan ada pandemi. Jadi, ya wajar kerja mereka tambah. Namun, tetap memperhatikan keamanan dan keselamatan mereka juga,” tegasnya.