Kuartal II, Ekonomi Lebih Tertekan
Indikator Pertumbuhan Menunjukkan Tren Menurun
JAKARTA, Jawa Pos – Tekanan pandemi Covid-19 terhadap ekonomi RI belum berhenti. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut pertumbuhan ekonomi pada kuartal II akan mengalami kontraksi.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan beberapa indikator ekonomi yang memicu kontraksi. Yakni, realisasi pertumbuhan kuartal I, data penjualan produk otomotif, volume transaksi kartu kredit, jumlah penumpang angkutan udara, hingga kinerja ekspor impor.
Realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I hanya tumbuh 2,97. Bisa dipastikan, pelemahan akan berlanjut pada kuartal II. Suhariyanto memerinci, pertumbuhan ekonomi di enam sektor melambat, kecuali sektor pertanian
”Ini karena pergeseran puncak panen raya dari April ke kuartal II,’’ ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR kemarin (22/9).
Lalu, untuk penjualan mobil, pada kuartal I turun 93,21 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, penjualan motor yang disebut Suhariyanto lebih mencerminkan pengeluaran golongan menengah ke bawah juga turun. Pada April, penjualan motor turun 79,31 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. ”Jadi, penurunannya dalam sekali,’’ ucap Suhariyanto.
Dari kelompok pengeluaran, seluruh komponen turun cukup dalam pada kuartal I. Konsumsi rumah tangga tercatat turun dari 5,02 persen menjadi 2,84 persen. Penyebabnya, penurunan bahan non makanan, penurunan konsumsi pakaian, alas kaki, transportasi dan komunikasi, penjualan otomotif, serta lainnya.
Pada kuartal I nilai transaksi elektronik kartu kredit dan debit hanya terkontraksi 1,07 persen. Namun, pada April-Mei tertekan hingga 18,96 persen.
Jumlah penumpang angkutan udara juga demikian. Pada kuartal I sudah terkontraksi hingga 13,62 persen dan berlanjut hingga negatif 87,91 persen. ”Dengan memperhatikan indikator-indikator ini, kita bisa perkirakan akan cukup dalam kontraksi pada kuartal kedua,’’ imbuh dia.
Suhariyanto menambahkan, BPS mencatat jumlah iklan lowongan kerja di seluruh media menyusut selama pandemi Covid-19. Hingga Mei 2020, perusahaan yang memasang iklan juga anjlok hingga 50 persen dari sebelum ada pandemi. ”Bahkan, jumlah iklan lowongan kerja di sektor jasa keuangan dan asuransi turun. Juga untuk makanan, minuman, dan industri pengolahan,’’ jelas dia.
Sejalan dengan kondisi itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) meningkat, khususnya di daerah yang memiliki destinasi wisata. Itu akibat industri pariwisata yang babak belur karena penurunan jumlah wisman yang datang sejak Februari 2020. ”Pengangguran terbuka di beberapa provinsi dengan karakteristik destinasi wisata seperti DIJ dari Februari sebesar 2,86 persen naik menjadi 3,38 persen,’’ jelasnya.
Dari kondisi itu, BPS menyimpulkan bahwa pandemi Covid-19 membawa perubahan besar, dari perilaku masyarakat, mobilitas, hingga konsumsi. Skema pemulihan ekonomi nasional dinilai perlu memperhatikan pola perubahan perilaku konsumsi tersebut.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan, keberhasilan pertumbuhan ekonomi nasional bergantung penerapan protokol kesehatan di masa transisi new
normal. Masyarakat harus mematuhi dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika tidak, akan terjadi outbreak kasus positif Covid-19 yang menimbulkan gelombang kedua. ”Jika terjadi second wave akan memperburuk situasi dan pemulihan ekonomi domestik,” kata Perry dalam rapat dengan Komisi XI DPR kemarin.
Perry yakin nilai indikator ekonomi lainnya seperti nilai tukar rupiah masih bisa menguat. Sebab, mata uang Garuda masih
undervalue atau di bawah nilai semestinya. Meskipun, belakangan rupiah mengalami pelemahan terhadap USD.