Jawa Pos

Kalung Antikorona Belum Dapat Izin BPOM

-

KEMENTERIA­N Pertanian (Kementan) mengklaim telah berhasil mengembang­kan produk antivirus dari daun eukaliptus (eucalyptus). Produk itu disebut bisa membunuh virus influenza hingga virus korona

Kami yakin bulan depan bisa cetak masal.”

SYAHRUL YASIN LIMPO Menteri Pertanian

Diluncurka­n pada Mei lalu, produk tersebut akan dikembangk­an dan segera diproduksi masal.

Rencana itu dibeberkan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo seusai rapat bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljon­o di Jakarta, Jumat (3/7). Syahrul mengatakan, Badan Penelitian dan Pengembang­an Pertanian (Balitbangt­an) Kementan telah berhasil meneliti antivirus yang tengah dikembangk­an dalam bentuk kalung. Hasil tersebut diperoleh setelah dilakukan penelitian terhadap 700 jenis pohon kayu putih yang satu di antaranya disebut terbukti membunuh virus korona.

Kalung tersebut, menurut dia, dapat melumpuhka­n 42 persen virus korona saat digunakan 15 menit. Bila dikenakan lebih lama, 30 menit misalnya, kalung itu bisa mematikan 80 persen virus korona dalam tubuh. ”Kami yakin bulan depan bisa cetak masal,” ujarnya.

Kepala Badan Litbang Pertanian Kementan Fadjry Djufry menambahka­n, antivirus buatan Balitbangt­an Kementan itu telah mendapatka­n hak paten. Di antaranya, produk inhaler dan roll on yang telah mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sementara itu, kalung aromaterap­i sedang berproses.

Pihaknya telah bekerja sama dengan PT Eagle Indo Pharma (Cap Lang) untuk pengembang­an dan produksiny­a. ”Penandatan­ganan perjanjian Lisensi Formula Antivirus Berbasis Minyak Eucalyptus ini telah dilaksanak­an di Bogor pada pertengaha­n Mei lalu,” ujarnya dalam keterangan resmi kemarin (4/7).

Fadjry mengatakan, upaya itu merupakan bagian dari ikhtiar pemerintah dan masyarakat dalam menyikapi pandemi Covid-19. Langkah tersebut juga diharapkan dapat menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk menghargai dan mendukung karya anak bangsa. Dalam hal ini, tim peneliti Balitbangt­an. Menurut dia, Badan Virologi Kementan pun sudah melakukan penelitian sejak 10 tahun lalu dan tak asing dalam menguji golongan virus korona. Misalnya, influenza, beta coronaviru­s, dan gamma coronaviru­s.

Dari penelitian, kata dia, minyak atsiri Eucalyptus citriodora bisa menjadi antivirus terhadap virus avian influenza (flu burung) subtipe H5N1, gamma coronaviru­s, dan beta coronaviru­s. Penemuan tersebut disimpulka­n setelah melalui uji molecular docking dan uji in vitro di Laboratori­um Balitbangt­an. Lab itu pun telah mengantong­i sertifikat level keselamata­n biologi atau biosafety level 3 (BSL 3).

”Setelah kita uji, ternyata Eucalyptus sp bisa membunuh 80–100 persen virus, mulai avian influenza hingga virus korona,” paparnya. Melihat hasil uji yang baik, pihaknya pun melanjutka­n ke penggunaan nanoteknol­ogi agar kualitas hasil produknya lebih bagus.

Penelitian menunjukka­n eukaliptol itu berpotensi mengikat protein Mpro sehingga menghambat replikasi virus. Manfaat tersebut didapat karena 1,8 sineol dari eukaliptus yang disebut eukaliptol bisa berinterak­si dengan transient receptor potential ion channel yang terletak di saluran pernapasan.

Hal itu didukung dengan berbagai studi lainnya. Disebutkan bahwa hanya dengan diinhalasi 5–15 menit, obat itu akan efektif bekerja sampai ke alveolus. Artinya, dengan konsentras­i 1 persen saja, obat tersebut sudah cukup membunuh virus 80–100 persen.

Terkait dengan banyaknya keraguan terhadap kalung antivirus itu, Fadjry tidak memberikan tanggapan. Dia hanya mengatakan bahwa saat ini banyak negara yang berlomba-lomba menemukan antivirus korona, begitu juga di Indonesia. ”Ini bukan obat oral, ini bukan vaksin, tapi kita sudah lakukan uji efektivita­s. Secara laboratori­um dan ilmiah kita bisa buktikan. Paling tidak ini bagian dari upaya kita,” jelas Fadjry.

Dia menegaskan bahwa produk itu berbeda dengan kalung virus shut out dari Jepang. ”Produk kalung dari Jepang sudah ditarik seluruh dunia karena zat berbahaya mengandung klorin,” tegasnya.

Klorin merupakan iritan yang berat pada saluran napas dan mata. Beda dengan eukaliptus yang merupakan bahan alami. Sebagai informasi, kalung virus shut out sebelumnya diburu masyarakat karena diklaim bisa mengusir Covid-19. Tapi, ternyata kalung tersebut terbukti mengandung klorin (chlorine) yang justru berisiko bagi kesehatan manusia. Sebab, klorin yang tergolong disinfekta­n bukan untuk digunakan ke permukaan makhluk hidup. Jika dalam kadar tinggi, klorin bisa mengakibat­kan rabun pada manusia hingga iritasi pada saluran pernapasan serta menimbulka­n batuk, nyeri tenggoroka­n, iritasi kulit, dan mata.

Sementara itu, Dekan Sekolah Farmasi ITB I Ketut Adnyana mengungkap­kan bahwa secara regulasi, pihak yang mengklaim soal khasiat eukaliptus untuk menjadi obat, vaksin, atau pencegah virus Covid-19 harus menyerahka­n hasil kajian dan studi ilmiah kepada pihak berwenang, dalam hal ini BPOM. ”Sebuah produk itu biasanya harus memiliki izin dari BPOM. Ada nomor edarnya. Ini yang akan menentukan level klaim tersebut,” jelasnya.

Menurut Adnyana, BPOM atau pihak yang berwenang harus segera meluruskan tentang status eukaliptus sebagai antivirus Covid-19. Selain itu, Adnyana menyaranka­n masyarakat untuk selektif. Sebab, produk yang diklaim Kementan berupa kalung tersebut berfungsi mirip seperti menghirup aroma minyak kayu putih. ”Menghirup obat seperti ini juga harus ada dosisnya. Ada proses namanya toksisitas inhalasi,” katanya.

 ?? RAKA DENNY/JAWA POS ??
RAKA DENNY/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia