Jawa Pos

Nyaris Gabung Mitra Surabaya, Sempat Kerja di Jawa Pos, dan Cetak Gol ke Gawang PSV Eindhoven

Lima tahun Dodik Suprayogi berseragam Persebaya Surabaya. Salah satu momen yang paling dia ingat adalah ketika melawan PSV Eindhoven. Dia mampu mencetak satu gol ke gawang tim asal Belanda itu.

- BAGUS P. PAMUNGKAS,

Jawa Pos

UMPAN silang Plamen Kazakov tak akan pernah dilupakan Dodik Suprayogi. Pemain asal Bulgaria itu melakukan tusukan dari sisi kiri. Sebagai striker, Dodik sudah menunggu di kotak penalti. Benar saja, umpan datar Plamen mengarah tepat ke kaki Dodik. Tanpa basa-basi, sikat dan goool..!

Itulah momen yang paling diingat bapak tiga anak tersebut selama lima musim membela Persebaya. Maklum, lawan yang dihadapi tidak sembaranga­n. Yakni, klub asal Belanda PSV Eindhoven dalam friendly match. Gol itu terjadi pada menit keempat. Sekaligus menjadi penyeimban­g. Sebab, satu menit sebelumnya, PSV unggul lewat sepakan Wim Jonk.

Dodik senang bukan kepalang. ’’Karena yang saya hadapi ini pemain-pemain kelas dunia. Levelnya berbeda,’’ kata pria berusia 52 tahun tersebut. PSV saat itu diperkuat sederet pemain bintang. Sebut saja dua bek muda kala itu, Jaap Stam dan Wilfred Bouma. Jika dibandingk­an dengan keduanya, postur Dodik tidak ada apaapanya. Terlebih jika dibandingk­an dengan Jaap Stam.

Tapi, gaya khas Suroboyoan tak menciutkan nyali Dodik. Dia tidak keder menghadapi bek dengan postur tinggi besar. Lalu, apa yang membuat Dodik mampu mencetak gol? ’’Sebagai striker, kami ini kan ujung tombak. Bagaimana caranya memanfaatk­an peluang sekecil mungkin. Ada peluang, tebas. Alhamdulil­lah kok jadi gol,’’ kenang jebolan tim Sasana Bhakti tersebut. Sayang, dalam laga yang berlangsun­g pada Januari 1996 di Stadion Gelora 10 November itu, Persebaya akhirnya kalah 2-6.

Meski kalah, Dodik tetap bersyukur. Sebab, dia pernah menghadapi tim dengan kualitas terbaik. Tapi, kesempatan melawan PSV bisa saja tidak pernah terjadi andai Dodik ngeyel gabung ke Mitra Surabaya. Ya, setelah menimba ilmu di Sasana Bhakti Surabaya, pada 1989 Dodik pindah ke Rantauprap­at, Sumatera Utara. Dia ikut orang tuanya yang masuk program transmigra­si.

Dari situ, dia bergabung dengan tim Perserikat­an PSDS Deli Serdang. Mantan karyawan PDAM Surya Sembada itu semusim berseragam PSDS. Pada 1990, dia memutuskan hijrah ke Mitra Surabaya. Tapi, keputusan Dodik itu ditolak manajemen PSDS. ’’Saya boleh pindah, tapi syaratnya harus ke sesama klub Perserikat­an,’’ katanya. Saat itu Mitra Surabaya adalah tim dari kompetisi Galatama.

Kondisi yang cukup pelik. Sebab, dia kadung bergabung dengan Mitra Surabaya. ’’Kalau nggak segera pindah, saya akan digugat oleh manajemen PSDS,’’ tambahnya. Karena itu, Dodik akhirnya menganggur. Dia tidak bisa ke mana-mana. Untung, ketua umum Mitra Surabaya saat itu, Dahlan Iskan, menawari Dodik bekerja di Jawa Pos. ’’Saya bagian bantu-bantu mengurus dokumen koran saat itu,’’ kenangnya.

Karir Dodik di Jawa Pos tidak lama. ’’Sekitar lima atau enam bulan aku bantu di sana (Jawa Pos),’’ jelasnya. Dia kemudian meninggalk­an Jawa Pos lantaran Persebaya membuka seleksi pemain pada 1991. Dodik memutuskan ikut serta. Kebetulan, Persebaya adalah klub Perserikat­an.

Jadi, jika Dodik masuk, manajemen PSDS tidak akan mempermasa­lahkan.

Untung, Dodik berhasil lolos seleksi pemain. Dia kemudian masuk skuad Persebaya dalam kompetisi Perserikat­an musim 1991–1992. Pada musim itu pula Green Force keluar sebagai peringkat ketiga. ’’Sampai saat ini saya masih sering melakukan komunikasi, termasuk reuni dengan teman-teman mantan pemain Persebaya,’’ katanya.

Bahkan, kemarin sore dia bereuni dengan Persebaya Legend di Stadion Gelora Bung Tomo. Mereka bermain trofeo dengan Pandaan All Stars dan Lawang All Stars. Beberapa legenda Persebaya ikut serta. Sebut saja I Putu Gede, Anang Maruf, Ali Mashuda, Seger Sutrisno, hingga Chairil Anwar alias Pace. Laga tidak terlalu penting. ’’Yang penting bisa guyon sama temanteman,’’ beber Dodik.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia