Kedaulatan Bukan Ketahanan Pangan
Pseharusnya jadi momentum untuk menata kedaulatan pangan. Menata lagi tata niaga hasil bumi yang dihasilkan para petani. Skema food estate sebaiknya didorong untuk lebih menguntungkan petani. Dengan demikian, tidak hanya kecukupan pangan yang didapat, tetapi juga menyejahterakan petani. Nilai tukar petani selalu terengah mengikuti inflasi.
Selama ini petani selalu menjadi yang paling sengsara. Sampai-sampai muncul anekdot bahwa para petani tak pernah menyarankan anakanaknya untuk menjadi petani juga. Anekdot miris, tapi itu menunjukkan bahwa pemerintah, sejak zaman Soeharto dulu, tak pernah menjadikan pertanian sebagai prioritas.
Banyak pengamat yang mengatakan bahwa para petani dimiskinkan supaya rakyat dan PNS yang penghasilannya pas-pasan masih kuat membeli beras. Yang selalu didengungkan adalah ketahanan pangan, bukan kedaulatan pangan.
Perbedaannya cukup jelas. Ketahanan pangan hanya lebih menitikberatkan pada faktor kecukupan suplai makanan. Tak peduli dari mana saja hasilnya. Biasanya, dan ini selalu terjadi, ketika belum masuk masa panen, kebijakan impor hasil pertanian menjadi andalan.
Itulah yang kemudian menyengsarakan petani. Ketika suplai bahan pangan berkurang, seharusnya petani menikmati harga jual yang baik. Namun, itu tak pernah terjadi karena impor tersebut. Akibatnya, petani selalu ”dipaksa” menjual berasnya dengan harga sangat murah. Yang ketika terjadi serangan hama, tikus, puso, cuaca yang kurang bersahabat, petani pun kerap merugi ketika menjual hasil buminya. Sebagai catatan, kabarnya saat panen raya beras di seluruh Indonesia, surplus yang dihasilkan hanya 2 juta ton. Jumlah yang sangat minim.
Yang diuntungkan adalah petani asing dan rezim pemerintah, yang jika pangan tersedia murah dan cukup pasti menikmati kestabilan politik. Sementara para petani Indonesia? Tetap saja suram.
Akibatnya, bakal terjadi lingkaran setan di dunia pertanian. Petani tak lagi menjadi pilihan hidup yang menarik. Sawah yang ada kemudian dijual, dan tak lama kemudian, lahan pertanian berkurang dan produksi pangan berkurang. Indonesia menjadi makin tergantung kepada petani luar negeri alias impor. Hal tersebut membahayakan karena suplai makanan bisa dikendalikan asing.
Sudah seharusnya pemerintah lebih berpihak pada pertanian. Menjadikannya sebagai prioritas penting. Dengan begitu, pertanian menjadi alternatif pilihan yang menarik dan bisa mewujudkan kedaulatan pangan.
Tetangga kita yang tak lebih kaya dari kita, Vietnam, sudah bisa melakukannya. Rupanya, bukan hanya soal Covid-19 dan urusan sepak bola yang kalah oleh Vietnam. Soal pangan pun sekarang makin tercecer. Itu harus jadi cambukan untuk bisa membenahi sistem pangan di Indonesia.