Jawa Pos

Boxset Didi Kempot Penyelamat di Tengah Pandemi

- FARID S. MAULANA, Jakarta, Jawa Pos

Dilengkapi partitur, T-shirt, artwork, sertifikat, serta kartu anggota membuat album fisik tetap menarik untuk dilirik. Kuncinya ada pada value dan ”rasa” lebih yang ditawarkan.

Cerita Minggu

RILISAN album fisik itu produk senja kala? Pandemi jadi alasan untuk tak berinovasi? Yang berpikiran demikian, malulah kepada Hellcrust.

Pada 27 Juni lalu band undergroun­d asal Jakarta itu merilis dua konsep album fisik. Konsep pertama hanya berbentuk CD. Sedangkan di konsep kedua, band beranggota Nyoman alias Bije (gitar), Andyan Gorust (drum), Dirk Mathin (gitar), Arslan Musyifa (bas), dan Septian Maulana (vokal) itu memilih menelurkan juga versi boxset. Isinya bukan hanya CD. Ada juga T-shirt dan pernak-pernik lain

Dan ternyata hasil penjualan dua model konsep secara fisik itu memuaskan. ”Belum sampai sebulan, penjualan album kami fantastis dan banyak distributo­r di daerah-daerah sold-out dan selalu restock. Boxset-nya juga laris,” papar Gorust kepada Jawa Pos.

Untuk CD, lebih dari 2 ribu keping terjual kurang dari sebulan. Boxset yang dijual eksklusif, hanya 200 pieces, sudah habis. ”Sebenarnya kami tidak berpikir soal laku apa tidak, tapi kenyataann­ya diterima dengan baik,” ujarnya.

Boxset memang semesta inovasi. Jika dulu rilisan fisik selalu dikemas hanya berupa kotak kecil berisi kaset pita hingga CD, sekarang isinya dibuat lebih besar untuk menampung kreativita­s para musisi. Tempat di mana yang lampau bertemu dengan segenap pernak-pernik kekinian dalam satu kemasan. Coba tengok Lexicon boxset-nya Isyana Sarasvati di belialbumf­isik.com.

Di dalamnya ada speaker, T-shirt, partitur piano, kartu pos, dan sertifikat. Selain tentu albumnya itu sendiri. Jatuhnya memang agak mahal. Tapi, ada sisi eksklusivi­tas. Memberikan ”rasa” lebih kepada pencinta musik. ”Boxset itu lebih besar media kreativita­snya. Yang kami tawarkan ke fans adalah valuenya itu,” kata Erix Soekamti, CEO belialbumf­isik.com.

Kreatif, inovatif, itulah mantra yang membuat para penggemar musik tetap melirik rilisan fisik. Sebab, kalau hanya jualan album, siapa saja bisa membelinya dengan mudah di berbagai platform digital. Karena value atau nilai lebih yang ditawarkan, para musisi pun berlomba sekreatif mungkin. Membuat diferensia­si. Boxset almarhum Didi Kempot yang bertajuk Sad Box, misalnya, berisi 6 VCD, 1 CD, 1 spiral box, kartu member, kaus, dan sertifikat.

Album yang juga dijual lewat belialbumf­isik.com itu dirilis sebelum maestro campursari tersebut berpulang. Tapi, bahkan setelah raganya pergi pun, karyakarya Didi di dalam Sad Box masih sangat dihargai. Di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini, ketika berjualan apa saja (kecuali masker dan hand sanitizer) tak mudah, Sad Box justru sangat diburu. Laris manis.

Bahkan, menurut Erix, penjualan boxset Didi Kempot yang menyelamat­kan bisnis belialbumf­isik.com di tengah situasi sulit sekarang ini. Kerja sama kedua pihak sendiri terjalin sejak akhir Agustus 2019. Rilisan fisik tersebut merupakan karya kolaborasi dengan seniman asal Jogjakarta lainnya, Djaduk Ferianto. ”Seminggu sebelum meninggal, beliau telepon saya bilang ’Ayo Rix, bikin apa yuk’,” kenang Erix.

Dalam obrolan itu Didi Kempot menawarkan karya-karyanya di event Jazz Gunung yang berkolabor­asi dengan Djaduk dirilis secara fisik. Didi maupun Djaduk kini sudah sama-sama berpulang. ”Hasil penjualann­ya disumbangk­an untuk pandemi rencananya,” lanjut pria yang berposisi sebagai basis di band Endank Soekamti tersebut.

Burgerkill, band metal asal Bandung, juga hanya merilis album fisik berbentuk piringan hitam alias vinil di masa pandemi ini. Alasannya tak lain adalah untuk memenuhi eksklusivi­tas fans fanatik mereka. ”Sebenarnya Burgerkill selalu konsisten mengeluark­an rilisan fisik pada setiap albumnya. Terutama CD,” kata Manajer Burgerkill Ruskandar.

Hanya merilis 300 piringan hitam dengan range harga Rp 400–650 ribu, piringan hitam dari album berjudul Killchestr­a itu dipastikan nilainya akan selalu naik tiap tahunnya. Kenapa? Jelas pria yang akrab disapa Dadan tersebut, itu tak lepas dari proses produksi. Sebab, untuk bisa memproduks­i piringan hitam, Burgerkill pakai vendor dari Inggris karena tidak ada di Indonesia. Dadan menambahka­n, rilisan fisik akan terus ada. Tak peduli produk digital merajalela. ”Karena rilisan fisik itu ibarat kanvas seni untuk musisi. Dari artwork, musik, semua bisa dikembangk­an kreativita­snya. Taste-nya pasti berbeda,” ungkapnya.

Tapi, jangan lantas beranggapa­n bahwa rilisan fisik berada dalam posisi bermusuhan dengan rilisan digital. Justru sebaliknya: keduanya bisa berjalan beriringan. Ingat, ini era kolaborasi. ”Digital itu adalah output yang bagus, fisik juga bagus. Kalau ada dua output bagi musisi, kenapa tidak?” tutur Erix.

Kalau cuma menawarkan digital, lanjut Erix, hanya ada satu menu ke fans. ”Sekarang output ternyata bisa didapat dari album fisik premium. Tidak ada salahnya dong dikombinas­ikan,” bebernya.

Apa yang dikatakan Erix dibenarkan cofounder Demajors David Karto. Demajors yang selama ini menelurkan banyak rilisan fisik berbagai macam musisi tidak pernah menutup mata akan hadirnya produk digital. ”Seharusnya berjalan bersama dan saling melengkapi,” tuturnya.

Jadi, senja kala itu hidup hanya di benak mereka yang malas berinovasi. Pandemi bukan penghalang untuk berkreasi dan berkolabor­asi.

 ?? ANGGER BONDAN/JAWA POS ?? TETAP DIGEMARI: Erlangga Irawan, pemilik Cempaka Music Store, Surabaya, kemarin (18/7). Di sini penggemar rilisan fisik bisa berburu piringan hitam, CD, dan kaset.
ANGGER BONDAN/JAWA POS TETAP DIGEMARI: Erlangga Irawan, pemilik Cempaka Music Store, Surabaya, kemarin (18/7). Di sini penggemar rilisan fisik bisa berburu piringan hitam, CD, dan kaset.
 ?? INSTAGRAM BELIALBUMF­ISIK ?? LARIS MANIS: Almarhum Didi Kempot dan boxset bertajuk Sad Box.
INSTAGRAM BELIALBUMF­ISIK LARIS MANIS: Almarhum Didi Kempot dan boxset bertajuk Sad Box.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia