Pendukung Republik Mulai Wajibkan Pemakaian
Sejak kasus Covid-19 kali pertama ditemukan di Wuhan, Tiongkok, pada November lalu, perdebatan soal pemakaian masker tak kunjung selesai. Di AS, urusannya sudah merembet ke ranah politik.
KEMATIAN Richard Rose III pada 4 Juli lalu memicu polemik di AS. Pria 37 tahun itu merupakan veteran militer yang berkarir di US Army selama sembilan tahun terakhir. Namun, pembicaraan yang muncul bukan karena prestasi pria asal Negara Bagian Ohio itu. Melainkan, soal masker.
Rose sudah terkenal sebelum kematiannya. Tiga bulan lalu, dia mengunggah status di media sosial. Isinya tentang penolakannya mengenakan masker. ’’Saya bisa bertahan tanpa membeli produk omong kosong itu,’’ ungkapnya menurut USA Today. Status tersebut mengundang 800 komentar dari kubu pro dan antimasker. Sebanyak 19 ribu pengguna juga membagikan unggahan Rose. Setelah unggahan itu, Rose masih sibuk menggunakan akun media sosialnya untuk membuktikan dirinya baik-baik saja tanpa masker. Ada fotonya saat mengunjungi bar atau ke luar kota tanpa mengenakan pelindung alat pernapasan.
Sikapnya berubah 1 Juli. Dia mengungkapkan, dirinya positif terjangkit Covid-19. Dia harus menjalani perawatan di pusat karantina selama 14 hari. Empat hari kemudian, dia meninggal.
Teman dekatnya, Nick Conley, meminta warganet tak merundungnya lagi. Dia juga meminta kematian temannya bisa jadi pelajaran orang lain. ’’Rick (panggilan akrab Rose, Red) sama seperti teman-temanku lain yang merasa sehat dan muda. Hanya karena Anda belum bertemu pasien Covid-19 tidak berarti virus itu hanya bohongan,’’ ujarnya kepada WOIO-TV.
AS masih mempertahankan gelar mereka sebagai negara yang paling terdampak Covid-19. Hingga tadi malam, lebih dari 3,6 juta orang terjangkit dan setidaknya 139 ribu jiwa meninggal akibat virus SARSCoV-2 tersebut. Angka itu diprediksi berlanjut dengan gelombang kedua yang mulai muncul.
Yang frustrasi adalah pekerja medis dan pakar kesehatan. Mereka putus asa melihat saran yang disampaikan untuk menekan angka pertambahan kasus tak dihiraukan oleh sebagian masyarakat. Salah satunya, memakai masker. ’’Saya selalu berkata bahwa kita bukannya tak punya senjata melawan virus ini. Senjata terkuat saat ini adalah menutup wajah, mencuci tangan, dan menjaga jarak,’’ ungkap Direktur Centers for Disease Control and Prevention AS Robert Redfield menurut Houston Chronicle.
Namun, kelompok-kelompok antimasker masih saja bermunculan. Sekitar 150 orang berkumpul di Salt Lake City, Negara Bagian Utah, untuk menolak perintah pemakaian masker pada Rabu lalu (15/7). Mereka beralasan bahwa pemerintah tak berhak membuat anak-anak merasakan sesak saat bernapas karena masker. Sementara di Florida, pemilik toko keju bakar di Kota Windermere memberikan 100 makanan gratis bagi pengunjung yang datang tanpa masker.
Kubu antimasker itu merasa bahwa kewajiban memakai masker hanya bertujuan memberi teror.
Gerakan antimasker dilakukan dengan aksi-aksi reaktif. Karena ada beberapa kebijakan wajib masker di toko dan perusahaan, mereka mulai membuat masker ”antimasker”. Masker tersebut dibuat dari bahan kain rajut, jaring, dan renda.
Presiden AS Donald Trump memutuskan mendukung gerakan tersebut. Saat diwawancarai oleh Fox News pada Jumat (17/7), Trump memastikan dirinya tak akan mengeluarkan perintah wajib masker skala nasional. ’’Saya tak ingin merebut kebebasan itu dari rakyat,’’ ungkapnya.
Pernyataan itu disampaikan menanggapi ahli penyakit infeksi ternama AS, Dr Anthony Fauci, yang meminta para pemimpin menggunakan kewenangan untuk membuat warga mau mengenakan masker.
Pemakaian masker memang menjadi isu politik yang sangat kuat di AS. Di awal pandemi merebak, para pendukung Partai Republik mengikuti langkah Trump yang menyepelekan pemakaian masker. Trump sebelumnya tak pernah terlihat memakai masker. Akhir pekan lalu, untuk kali pertama Trump terlihat memakai masker. Sikap sebaliknya justru diusung pendukung Partai Demokrat yang giat berkampanye pentingnya masker.
Namun, seiring dengan kondisi yang tak juga membaik, saat ini mayoritas gubernur sudah memerintahkan penggunaan masker untuk siapa saja yang ada di luar ruangan. Termasuk para gubernur dari Partai Republik seperti Kay Ivey (Alabama) yang sebelumnya menolak penetapan kewajiban itu.