Berpengalaman sebagai Guru Les, Kembangkan Aplikasi yang Lengkap
Mengerjakan sesuatu karena cinta itu memang berbeda dengan yang asal-asalan. Misalnya, yang dilakukan Yehezkiel Cheryan Tjandra. Saat kuliah, separo waktunya didedikasikan untuk mengajar bahasa Inggris. Kini dia menjadi salah satu professional skills faci
LEWAT sambungan telepon, tawa Yehezkiel Cheryan Tjandra pecah ketika ditanya tentang seberapa prestisiusnya posisinya sekarang di Apple Developer Academy @UC. Pria yang akrab disapa Ryan itu sempat berhenti bertutur. Hening. Lalu, dia kembali berbicara.
’’Ya, bersyukur banget bisa ada dalam inner circle seperti di Apple Developer Academy @UC,’’ ujarnya pada Rabu (15/7). Motivasi Ryan untuk mengikuti program intern di Apple Developer Academy @UC adalah ingin mengembangkan aplikasi Convo Asia Network ke dalam sistem iOS.
Convo Asia Network, lanjut Ryan, merupakan aplikasi untuk berlatih bahasa Inggris. Masih ingat betul di benaknya ada ribuan orang yang mengikuti seleksi batch I pada Maret tahun lalu. Dari ribuan nama tersebut, yang berhasil lolos seleksi dan berhak mengikuti proses intern hanya 100 orang.
Ryan mengatakan, tahun lalu ada tiga tahapan seleksi. Proses seleksinya sangat ketat. Diawali tugas pembuatan video pengenalan (introduction video). Video dinilai langsung oleh fasilitator Apple Developer Academy @ UC dan perwakilan Apple. Setelah itu, peserta yang lolos tahap pertama lanjut ke tahap kedua
Yakni, tes potensi akademik (TPA). Beres di tahap kedua, tantangan seleksi pada tahap ketiga semakin berat. Yaitu, seleksi wawancara. Menurut Ryan, seleksi interview itu merupakan tahap yang paling krusial. Dia menyebutkan, peserta wajib membawa portofolio saat wawancara. Baik domain expert, coder (programmer), maupun desainer. Semua wajib membawa portofolio. ’’Yang desainer, dia pernah mendesain apa saja. Kalau coder, dia pernah bikin aplikasi apa akan menjadi pertimbangan para juri,’’ jelasnya.
Program intern dijalani pria kelahiran Surabaya, 1987, itu selama sembilan bulan di Apple Developer Academy @ UC. Mulai Maret hingga Desember. Dia belajar banyak hal tentang bagaimana membuat aplikasi untuk iOS. Di akhir bulan program intern, Ryan berpikirmengapatidakmeneruskan menjadi fasilitator di Apple Developer Academy @UC. Saat itu juga dia mendapat satu masukan yang berarti bagi keberlangsungan aplikasi Convo Asia Network.
Aplikasi Convo Asia Network dinilai tidak scalable alias beradaptasi terhadap penambahan potensi atau beban. Ryan memutar otak untuk mencari cara bagaimana aplikasi berlatih bahasa Inggrisnya itu bisa scalable. Akhirnya, lahir aplikasi Plan B. ’’Tetap sama prinsipnya, berlatih berbahasa Inggris, tapi lebih scalable.
Pengguna bisa belajar speaking, reading, hingga listening tapi dalam bentuk storytelling,’’ jelasnya.
Alumnus Science Degree in ComputerInformationSystemsUC angkatan 2008 tersebut pernah menjadi guru bahasa Inggris selama delapan tahun. Dia menilai tidak banyak orang yang percaya diri berkomunikasi dengan bahasa Inggris. ’’Katakan dia kursus. Sepulang kursus, dia balik lagi ngomongpakai bahasa Indonesia.
Padahal, menurut Ryan, ilmu bahasa itu perlu dipraktikkan. Tidak sekadar tahu ilmunya. Berangkat dari hal tersebut, dia memutuskan membuat aplikasi untuk latihan berbahasa Inggris. Plan B dirilis bulan lalu. Kini usernya telah mencapai ratusan.
Ryan optimistis Plan B terus berkembang. Ryan sebagai director di Plan B tidak sendirian. Dia bersama tiga coder dan tiga desainer. Meski demikian, dia tidak berpikir untuk melepaskan statusnya sebagai fasilitator di Apple Developer Academy @UC. ’’Saya juga bisa mendapatkan skill dan networking yang luas. Dis am bi mengembangkan Plan B,’’ ucapnya.
Ada dua nilai yang dipegang teguh oleh Ryan. Yakni, openmindedness dan kolaboratif. Dua nilai tersebut kuat dirasakan ketika dirinya ada di Apple Developer Academy @UC. Sudah tidak zamannya lagi untuk berkarya sendiri-sendiri. ’’Berkolaborasi satu dengan yang lainnya,’’ tambahnya.