Bupati Jember Faida Anggap Pemakzulan Cacat Prosedur
Sebut Rapat Paripurna Tidak Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pemberhentian Kepala Daerah Bergantung Hakim Mahkamah Agung
JEMBER, Jawa Pos – Gonjang-ganjing politik muncul di Jember kemarin. Dalam sidang paripurna yang diikuti 45 di antara 50 anggota dewan, DPRD sepakat memakzulkan Bupati Jember Faida.
Rapat paripurna itu memiliki agenda hak menyatakan pendapat (HMP). Pengusulnya adalah 47 anggota dewan. Jawa Pos Radar Jember melaporkan, usulan HMP dibacakan dalam sidang yang dipimpin Wakil Ketua Dewan Ahmad Halim. Mengapa ada usulan HMP? Dasarnya adalah 15 keputusan bupati tentang pengangkatan dalam jabatan
Menurut dewan, Mendagri dan gubernur telah memerintahkan agar keputusan itu dicabut. Namun, hingga kini tidak dilakukan. Selain itu, ada 30 kebijakan yang berkaitan dengan kedudukan, susunan organisasi, tugas pokok dan fungsi, serta tata kerja yang diperintahkan dicabut, juga tidak dijalankan.
DPRD juga menilai pelaksanaan lelang proyek-proyek fisik tidak sehat. Banyaknya kegagalan infrastruktur juga menjadi alasan dewan melengserkan bupati. Bahkan, ambruknya beberapa bangunan menjadi dasar usulan HMP. Ketidakberesan tata kelola keuangan pun disinggung juru bicara HMP. Hasil audit BPK terhadap keuangan Jember tahun 2019 dinilai menjadi bukti kegagalan Faida. ”Akibatnya, Jember mendapat penilaian terburuk dari BPK. Jember mendapat opini disclaimer,” ucap seorang pengusul HMP Nyoman Aribowo.
Setelah usulan HMP dibacakan, Ahmad Halim mempersilakan setiap fraksi menyampaikan pandangannya. Fraksi Gerakan Indonesia Berkarya (GIB, gabungan dari Gerindra dan Berkarya) mendapat giliran pertama. Jubir GIB Ardi Pujo Wibowo menyebutkan, Faida gagal menjalankan amanat mengelola uang rakyat.
Jubir PKB Sunarsi Khoris menyampaikan, ada serangkaian dugaan pelanggaran yang dilakukan bupati Jember. Karena itu, PKB sepakat memakzulkan Faida. Lalu, Jubir Fraksi Nasdem Hamim menguraikan, banyaknya pelanggaran serta buruknya pembangunan dan pengelolaan keuangan membuat pemakzulan perlu dilakukan. ”Memberhentikan dr Faida MMR dari jabatan bupati Jember menggunakan mekanisme perundang-undangan yang berlaku,” katanya.
Selanjutnya, giliran Feny Purwaningsih, juru bicara Fraksi PKS. PKS sependapat agar dugaan pelanggaran bupati Faida segera diproses. Sedangkan Jubir Fraksi PDIP Hadi Supaat mengatakan bahwa sistem birokrasi di Jember mirip perusahaan pribadi. ’’Semua apa kata bupati,” ucapnya. Jubir Fraksi PPP Faishol menilai, berdasar temuan panitia angket, banyak aturan yang ditabrak bupati.”Fraksi PPP menyampaikan pendapat agar Mendagri memberhentikan Bupati Faida,” tegasnya. Pandangan terakhir disampaikan Jubir Pandekar (fraksi gabungan PAN, Demokrat, dan Golkar) Agusta Jaka Purwana. Menurut fraksinya, pelanggaran bupati sudah cukup banyak. ”Pandekar menyatakan agar bupati Jember diberhentikan dari jabatannya,” tegasnya.
Bagaimana respons Bupati Jember Faida? Dia menganggap HMP DPRD yang memakzulkannya cacat prosedur. Tidak sesuai dengan PP 12/2018. Faida yang diwakili Jubir Pemkab Jember Gatot Triyono mengungkapkan, surat DPRD kepada bupati tertanggal 20 Juli tidak disertai dokumen pendukung. Padahal, dokumen itu penting bagi bupati untuk bahan mempelajari materi penggunaan HMP.
Gatot melanjutkan, sesuai pasal 79 ayat 1 huruf C, kepala daerah seharusnya diberi ruang untuk memberikan pendapat atas usulan HMP tersebut. Ketiadaan dokumen tersebut berpotensi menghalangi terlaksananya kewajiban bupati sebagaimana dimaksud dalam peraturan itu. ”Sederhananya begini, kalau mau mengobati pasien harus tahu keluhannya apa. Pada kasus ini juga sama. Harus tahu apa argumentasi dewan sehingga menggunakan HMP,” ulas Gatot.
Menurut Gatot, Faida sebenarnya tetap berniat menyampaikan pendapatnya dalam rapat paripurna HMP. Namun, karena masih berada di masa pandemi, bupati tidak hadir langsung, tetapi bermaksud menyampaikannya secara daring. Namun, dewan menolak. Mereka tetap meminta bupati hadir di gedung DPRD. ”Menurut saya, rapat daring tidak mengurangi keabsahan rapat paripurna. Pemerintah daerah, provinsi, dan pusat juga sering rapat daring,” tegasnya.
Gatot mengungkapkan, rapat via daring untuk saat ini memiliki alasan yang kuat. Yakni, kekhawatiran munculnya gerakan massa, baik yang pro maupun yang kontra. Apalagi, HMP dinilai sarat kepentingan politik menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada). ”Jadi, ini demi kebaikan bersama,” jelasnya.
Sekadar diketahui, Faida menjabat Bupati Jember sejak 2015. Dia berpasangan dengan Wakil Bupati Abdul Muqit Arief . Waktu itu mereka diusung oleh PDIP, Nasdem, Hanura, dan PAN. Nah, Faida kini maju lagi dalam Pilkada Jember bersama Dwi Arya Nugraha Oktavianto. Namun, kali ini dia mendaftar dari jalur perseorangan atau nonparpol.
Sementara itu, dalam surat yang dilayangkan ke DPRD Jember, Faida sebenarnya ingin menyampaikan banyak hal. Faida juga menjelaskan tentang merit system yang berkaitan dengan pencabutan 15 keputusan bupati tentang pengangkatan dalam jabatan. Surat itu menyebutkan, bupati Jember telah melaksanakan rekomendasi Mendagri dengan mencabut 15 keputusan bupati sejak 3 Januari 2018 sampai 11 Maret 2019.
Rekomendasi pencabutan 30 KSOTK (kedudukan, susunan organisasi, tugas pokok dan fungsi, serta tata kerja) juga telah ditindaklanjuti. Dalam surat bupati disebutkan, 30 perbup tentang KSOTK telah dicabut dengan ditandatanganinya KSOTK tertanggal 3 Januari 2019. Dengan berlakunya peraturan bupati tentang KSOTK baru, dengan sendirinya segala peraturan bupati tentang KSOTK lama menjadi tidak berlaku.
Prosedur Pemakzulan
Prosedur pemakzulan bupati diatur dalam UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Dalam pasal 80 dijelaskan, DPRD dapat mengajukan permintaan pertimbangan kepada Mahkamah Agung. Syaratnya, permohonan tersebut harus disepakati melalui rapat paripurna DPRD yang dihadiri paling sedikit 3/4 dari jumlah anggota. Selain itu, putusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.
MA akan memeriksa, mengadili, dan memutus kelayakan pendapat DPRD tersebut paling lambat 30 hari sejak permintaan DPRD diterima. Putusan MA bersifat final. Apabila MA memutuskan bahwa bupati dan/ atau wakilnya terbukti melanggar, DPRD menggelar paripurna lagi untuk mengajukan permohonan SK pemberhentian kepada menteri dalam negeri.