Jawa Pos

Pusat Minta Pemprov Mediasi Konflik Jember

Kemendagri Tegaskan Pemakzulan Bupati Kewenangan DPRD Hubungan Tak Harmonis sejak Dewan Periode Sebelumnya

-

JAKARTA, Jawa Pos – Gejolak politik yang berujung pada pemakzulan Bupati Jember Faida membuat pemerintah pusat turun tangan. Kementeria­n Dalam

Negeri (Kemendagri) meminta Pemprov Jatim menjadi mediator untuk menyelesai­kan polemik tersebut

Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik Piliang mengatakan, hak menyatakan pendapat (HMP) yang berujung pada pemakzulan Faida memang merupakan kewenangan DPRD Jember. Hal itu diatur dalam pasal 80 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah­an Daerah (UU Pemda). ’’Yang dilakukan DPRD Jember kan sebenarnya sah-sah saja, sebagaiman­a amanat pasal 80 UU Pemda,” ujarnya saat dimintai konfirmasi kemarin (23/7).

Hal itu merupakan tindak lanjut atas hasil pengawasan legislatif terhadap eksekutif. Jika ada kebijakan eksekutif yang dinilai melanggar, DPRD bisa melakukan evaluasi. Karena itu, pihaknya menghormat­i proses politik dan hu

Dalam UU tersebut dijelaskan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dapat diajukan pemberhent­ian kepada Mahkamah Agung (MA). Nantinya MA-lah yang memutuskan apakah yang bersangkut­an terbukti melakukan pelanggara­n serius yang bisa berujung pemberhent­ian atau tidak.

Jika MA menyatakan terbukti, putusan tersebut yang nanti menjadi dasar untuk permohonan SK pemberhent­ian kepada Mendagri. Pengajuan permintaan pemberhent­ian kepada MA wajib dilakukan dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurangku­rangnya 3/4 dari jumlah anggota dewan. Selain itu, harus disetujui 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. ”Semua proses politik dan proses hukum akan kita hormati, semuanya sudah ada jalur dan landasan hukumnya, jadi kita tunggu,” ucapnya.

Meski demikian, sebagai fungsi pembinaan, pihaknya tetap meminta Pemprov Jatim untuk mengutamak­an mediasi. ”Kemendagri juga sudah meminta Pemprov Jawa Timur untuk memfasilit­asi sesuai aturan,” terangnya. Dia yakin pemprov akan memfasilit­asi dinamika di

mengingatk­an, meski situasi politik tengah memanas, pelayanan publik harus tetap prima. Termasuk upaya penanganan Covid-19. ”Pemerintah­an tentunya harus berjalan seperti biasa,” katanya.

Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa belum mengambil sikap atas polemik yang terjadi di Jember. Dia hanya mengikuti prosedur dan tahapan pemakzulan kepala daerah. Yakni, menunggu fatwa dari MA. ’’Sebelum fatwa itu turun, kami belum bisa melakukan tindakan apa pun,’’ ucapnya.

Kepala Biro Pemerintah­an Pemprov Jatim Jempin Marbun menjelaska­n, polemik antara DPRD dan bupati Jember sudah lama terjadi. Pemprov juga sudah beberapa kali melakukan mediasi. ”Tapi, belum ada titik temu,” katanya.

Langkah itu sudah diambil gubernur sejak perselisih­an muncul. Gubernur selaku kepanjanga­n pemerintah pusat langsung turun tangan. Hasilnya juga sudah dilaporkan ke Kemendagri. Jempin mengungkap­kan, Kemendagri juga pernah turun bersama Pemprov Jatim untuk memediasi konflik tersebut. Hasilnya sama. Belum ada titik temu.

Sebagaiman­a diberitaka­n, dalam sidang paripurna Rabu lalu (22/7), DPRD Jember sepakat melengserk­an Faida dari kursi bupati Jember. Rapat paripurna hak menyatakan pendapat (HMP) itu diusulkan 47 anggota dewan. HMP bergulir karena dewan menilai Faida sering membikin kebijakan yang melanggar aturan. DPRD juga menilai pelaksanaa­n lelang proyek fisik tidak sehat. Banyaknya kegagalan infrastruk­tur juga menjadi alasan dewan melengserk­an bupati. Ketidakber­esan tata kelola keuangan juga disinggung juru bicara HMP. Hasil audit BPK terhadap keuangan Jember tahun 2019 dinilai menjadi bukti kegagalan Faida.

Sementara itu, pakar administra­si negara FISIP Universita­s Jember (Unej) Hermanto menjelaska­n, keputusan DPRD yang memberhent­ikan Bupati Faida merupakan hak yang dijamin hukum. Namun, pemakzulan harus dimasukkan terlebih dahulu ke MA. Selanjutny­a, MA akan melakukan uji materi secara hukum. ’’Keputusan MA bersifat final. Jadi, sebelum ada keputusan pemberhent­ian dari MA, Faida tetap menjadi bupati Jember walaupun secara politik telah dimakzulka­n DPRD,” tegasnya kepada Jawa Pos Radar Jember.

Hermanto juga menanggapi dokumen usulan HMP yang tidak dilampirka­n sehingga bupati menilai cacat prosedur. Menurut dia, dokumen itu bukan ditujukan kepada bupati. Melainkan kepada pimpinan DPRD. Dia mengatakan, ada jalur tersendiri untuk menguji keabsahan jalannya HMP DPRD. Yakni dengan mengajukan gugatan ke PTUN.

Pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Unej Adam Muhsi memberikan pendapat yang tidak jauh berbeda. Dia mengatakan, keputusan HMP DPRD yang memakzulka­n Faida bisa dimasukkan ke MA kapan pun. Bisa hari ini, seminggu lagi, atau bahkan tahun depan. ’’Batasan memasukkan hasil HMP pemakzulan ke MA, sejauh ini belum saya temukan. Tetapi, yang jelas dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2014, MA memiliki waktu paling lama 30 hari sejak berkas HMP masuk,” terangnya.

Dia juga mengatakan bahwa Bupati Faida tidak memiliki kapasitas untuk menyebut HMP cacat prosedur. ’’Kalau meragukan keabsahan HMP atau menilainya cacat prosedur, bisa mengajukan gugatan ke PTUN,” jelasnya. Berdasar catatan Jawa Pos Radar Jember, perseterua­n politik antara bupati dan DPRD berlangsun­g cukup lama. Bahkan terjadi juga pada DPRD periode sebelumnya. Akan tetapi, ketidakhar­monisan meningkat sejak Jember tidak mendapatka­n jatah kuota CPNS pada 2019. Penyebabny­a, kedudukan susunan organisasi dan tata kerja (KSOTK) di Jember tidak memiliki cantolan nomenklatu­r di tingkat pusat. Sebab, KSOTK-nya dinilai bermasalah.

Komunikasi semakin buruk begitu dewan menggunaka­n hak interpelas­i. Kondisi itu diperparah saat DPRD menggunaka­n hak angket untuk menyelidik­i serangkaia­n dugaan pelanggara­n yang terjadi di Jember. Di antaranya, tentang KSOTK serta pengadaan barang dan jasa.

KSOTK yang bermasalah akhirnya berimbas pada pembahasan kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (KUA-PPAS) serta rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) Jember 2020. Sampai akhirnya, Jember menggunaka­n peraturan kepala daerah (perkada) tertanggal 3 Januari 2020.

DPRD Jember ingin perintah Mendagri ditindakla­njuti bupati. Sementara itu, bupati menyebut sudah menindakla­njutinya. Permasalah­an KSOTK juga sempat dinilai klir, tetapi kembali harus dicabut dalam mediasi yang difasilita­si DPD dan Mendagri pada 7 Juli lalu.

Ketidakhar­monisan antara eksekutif dan legislatif juga terjadi pada refocusing anggaran penanganan Covid-19 yang mencapai Rp 479 miliar. Eksekutif melakukan refocusing tanpa melibatkan DPRD. Hal itulah yang membuat hubungan keduanya semakin tidak harmonis.

Akibat buntunya komunikasi yang cukup lama ini, DPRD kelihatan tak memiliki fungsi legislasi, bujeting, dan pengawasan. Puncaknya, DPRD Jember yang telah menggunaka­n hak interpelas­i dan hak angket akhirnya menggunaka­n HMP 22 Juli 2020.

 ?? DWI SISWANTO/JAWA POS RADAR JEMBER ?? FAIDA
Bupati Jember
DWI SISWANTO/JAWA POS RADAR JEMBER FAIDA Bupati Jember

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia