Jawa Pos

Cek Faktor Risiko Jantung Koroner

Kenali Juga Gejalanya

-

SURABAYA, Jawa Pos - Belakangan banyak beredar singkatan CVD yang disalahper­sepsikan sebagai Covid-19. Padahal, CVD merupakan kepanjanga­n dari cardiovasc­ular disease atau sekelompok gangguan jantung dan pembuluh darah. Setidaknya ada delapan penyakit yang masuk kategori CVD. Salah satu yang paling banyak jumlah kasusnya adalah penyakit jantung koroner.

Jantung koroner memiliki banyak faktor risiko. ”Ada yang bisa dimodifika­si atau diatur dan ada yang tidak,” ucap Dr dr Dyana Sarvasti SpJP(K) FIHA FaSCC. Beberapa faktor risiko yang bisa diubah adalah merokok, hipertensi, diabetes melitus, obesitas, kolesterol LDL yang tinggi, serta stres. Gaya hidup yang sehat dan pola makan bergizi bisa memengaruh­i beberapa faktor risiko tersebut.

Sementara itu, faktor yang tidak bisa dimodifika­si, antara lain, usia, jenis kelamin, menopause, dan riwayat keluarga yang terkena jantung koroner pada usia muda. Penumpukan lemak pada pembuluh darah koroner paling banyak disebut sebagai penyebab jantung koroner. Padahal, ada dua penyebab lain yang bisa mengakibat­kan penyakit jantung koroner. Yakni, penyempita­n karena spasme dan kelainan bawaan.

”Kelainan bawaan ini bisa terdeteksi kapan saja. Kalau dari balita kebetulan dicek, juga bisa ketahuan,” ucap Dyana. Pada kasus bawaan atau penyakit jantung koroner kongenital, penyebabny­a bukan adanya plak atau kerak, melainkan bisa karena pembuluh darah yang tak lengkap atau cabang yang tak sesuai. ”Jadi, cabangnya tidak nyambung. Atau, justru timbul cabang pembuluh darah yang seharusnya tidak berasal dari tempat tersebut,” imbuhnya. Berbeda dengan kemunculan plak atau kerak. Biasanya, plak muncul dari gaya hidup seseorang yang kurang baik.

Keluhan penyakit jantung koroner yang timbul berupa nyeri di dada. Namun, nyeri tersebut cukup khas. Rasanyerib­iasanyaber­sifat”tumpul” seperti dicengkera­m atau ditindih benda berat. Titik nyeri biasanya berada di dada tengah atau kiri. ”Nyerinya ini bisa menjalar ke lengan kiri, leher, dan rahang. Bahkan, bisa tembus ke punggung,” sambungnya.

Gejala tersebut juga bisa disertai keringat dingin dan mual muntah karena tubuh berusaha menahan rasa nyeri. Rasa sesak juga merupakan salah satu gejalanya. ”Ada beberapa orang yang lemas hingga pingsan,” jelas Dyana.

Dokter di salah satu rumah sakit swasta tersebut juga berbagi tip olahraga bagi survivor penyakit jantung koroner. ”Secara spesifik, sebenarnya setiap kondisi penyakit jantung itu perlu resep latihan yang berbeda-beda,” jawabnya. Perlu dilakukan uji latih jantung untuk memonitor kondisi dan mengecek lagi riwayat penyakitny­a.

Secara umum, Dyana menyaranka­n olahraga berjenis aerobik seperti berjalan, bersepeda, berenang, dan joging. Formulanya juga tak asal. Frekuensin­ya, 3 hingga 5 kali per minggu, dengan durasi tak lebih dari satu jam. ”Intensitas ringan hingga sedang. Tidak boleh terlalu lelah,” tegasnya.

 ?? GRAFIS: BAGUS/JAWA POS ??
GRAFIS: BAGUS/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia