Dirawat 13 Hari, Nakes RSUA Meninggal
PPNI: Sudah 16 Perawat di Jatim Wafat Terpapar Covid-19
SURABAYA, Jawa Pos – Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) berduka. Salah seorang tenaga kesehatannya, Nova Eka Twenty Putri, meninggal karena terpapar Covid-19. Hal itu menambah deretan jumlah kasus perawat di Jatim yang meninggal karena virus korona jenis baru.
Ketua DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Timur Prof Nursalam menyatakan, hingga kini pihaknya telah mencatat 16 kasus tenaga kesehatan (nakes) yang meninggal karena terpapar Covid-19. Yang terbaru adalah Nova Eka. ’’Saya sudah melakukan telekonferensi dengan Direktur RSUA Prof Nasronudin terkait dengan kronologi meninggalnya Saudari Nova,’’ katanya.
Nursalam menjelaskan, Nova merasakan gejala Covid-19 pada 5 Juli. Dua hari berikutnya, perempuan 29 tahun itu dirawat inap di RSUA. Namun, kondisinya memburuk dan dirawat di ruang intensive care unit (ICU) yang terpasang ventilator pada 11–23 Juli. ’’Jadi, sudah dirawat selama 13 hari di RSUA,’’ ujarnya.
Nursalam menambahkan, Nova pun dinyatakan meninggal pukul 09.38 kemarin. Perempuan asal Sidoarjo tersebut memiliki penyakit penyerta, yakni asma. ’’Yang jelas, pasien memiliki obesitas. Usianya juga masih muda, 29 tahun,’’ katanya.
Hingga kemarin, PPNI Jatim mencatat total ada 578 perawat di Jawa Timur yang terpapar Covid-19. Jumlah tersebut termasuk yang sudah sembuh maupun yang masih dirawat inap atau isolasi mandiri. Sementara itu, ada 16 kasus perawat meninggal karena Covid-19. ’’Perinciannya, 8 orang dari Surabaya, 2 orang dari Sidoarjo, 1 orang dari Tuban, 1 orang dari Malang, 1 orang dari Sampang, 1 orang dari Kota Probolinggo, 1 orang dari Bojonegoro dan 1 orang dari Bangkalan,’’ paparnya.
Nursalam menuturkan, lonjakan kasus perawat terkonfirmasi positif Covid-19 di Jatim mungkin terjadi karena beberapa hal. Pertama, konsekuensi logis karena melonjaknya pasien sehingga risiko tertular juga sangat tinggi. Banyak pasien yang periksa dan menjalani pelayanan di puskesmas atau rumah sakit tanpa gejala.
’’Sehingga protokol kesehatan yang dilakukan perawat tanpa penggunaan APD (alat pelindung diri) yang sesuai. Minimal harus level III,’’ katanya.
Selain itu, perawat merupakan profesi terbanyak dalam jumlah dan waktu berinteraksi dengan pasien. Perawat berinteraksi dengan pasien mulai pendaftaran, periksa, sampai dirawat. Setiap tenaga kesehatan itu bertemu dengan pasien minimal 10 sampai 15 menit. ’’Tindakan yang dilakukan selain tindakan limpah, tindakan mandiri, dan pemenuhan kebutuhan dasar, bahkan aspek psikososiospiritual. Jadi, risiko terpapar juga sangat tinggi,’’ ujarnya.
Nursalam menambahkan, evaluasi terkait dengan penataan dan pengelolaan jam kerja, beban kerja, kedisiplinan dalam penggunaan APD, serta pemenuhan kebutuhan dasar, termasuk kesejahteraan, belum ideal. ’’Misalnya, insentif yang sampai sekarang belum terealisasi di Jatim,’’ ucapnya.
Selain itu, tes PCR kepada perawat belum dilaksanakan secara masif dan berkala. Setidaknya 14 hari sekali. Tujuannya, terdeteksi sejak awal dan melindungi perawat serta masyarakat (pasien) dari risiko penularan.
Direktur RSUA Prof Dr dr Nasronudin SpPD K-PTI FINASIM berharapmeninggalnyaperawatdiRSUA ituadalahkalipertamadanterakhir. ’’Saya tidak ingin ada lagi tenaga kesehatanyangterpapar.Karenaitu, kita mengupayakan segala cara,’’ katanya.