Luncurkan Inovasi Solutif di Masa Pandemi
SIDOARJO, Jawa Pos - Tim Riset Umsida meluncurkan empat karya inovasi solutif di tengah pandemi Covid-19. Karya-karya cemerlang tersebut bisa menjadi jalan keluar terbaik bagi masyarakat maupun pemerintah.
Inovasi pertama bernama self paced learning and outcome based education. Bentuknya berupa modul pembelajaran pada masa pandemi Covid-19. Yakni, berisi pembelajaran yang direkam. Kontennya bisa langsung untuk pembelajaran satu semester. Distribusi cukup lewat hard disk, flash disk, maupun disebarkan online.
Jadi, itu juga merupakan solusi untuk hemat kuota. Sebab, tidak perlu menyambung terus ke internet. Yang penting sudah dapat modul dan rekamannya. Mohammad Suryawinata, koordinator tim tersebut, menyatakan bahwa metode itu telah digunakan mahasiswanya sejak semester lalu. Hasilnya terbilang sukses.
Inovasi kedua mereka adalah aplikasi bernama lapisan bumi dan bencana. Inovasi tersebut merupakan solusi pembelajaran IPA. Khususnya bab seputar lapisan bumi dan bencana alam. Tinggal klik, beragam menu akan muncul. Misalnya, beragam penjelasan tentang bencana alam. Kalau sudah terinstal, tak perlu kuota internet lagi. Bisa dipakai meskipun offline. Menurut salah seorang mahasiswa anggota tim, Yofanka Eko Ardian Saputro, ide aplikasi itu terinspirasi banyaknya keluhan siswa terkait dengan kuota internet.
Ketiga, Umsida berhasil membuat alat pembaca pemakaian listrik jarak jauh. Alatnya bernama kWh Covid-19. Alat tersebut diciptakan setelah menyaksikan keluhan masyarakat tentang kenaikan tagihan listrik. Gara-garanya, petugas pencatat meteran bekerja dari rumah selama pandemi.
Dengan kWh Covid-19, petugas tidak perlu mencatat meteran dari rumah ke rumah. Alat itu mampu merekam pergerakan beban yang dipakai pelanggan listrik setiap satuan waktu yang diinginkan. Setelah itu, mengirimkan data lewat internet ke tempat lain.
Keempat, wastafel otomatis touchless dengan solar cell. Alat tersebut bisa meminimalkan sentuhan tangan. Baik saat mengambil sabun, mencuci tangan, maupun mengeringkan tangan. ”Harapannya bisa diproduksi masal karena bisa meminimalkan sentuhan,” ujar Zainal Arifin, salah seorang penggagas alat tersebut.