Jawa Pos

Mahasiswa di PTS Kecil Kesulitan Bayar SPP

Tak Bisa Akses Bantuan Pemerintah, Terancam Drop Out

-

JAKARTA, Jawa Pos – Ancaman putus kuliah atau drop out (DO) karena tidak mampu membayar SPP diperkirak­an banyak terjadi di perguruan tinggi swasta (PTS). Khususnya PTS yang memiliki mahasiswa di bawah seribu orang

Hal itu diungkapka­n Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) M. Budi Djatmiko. Dari sekitar 4.520 PTS di Indonesia, 70 persen memiliki mahasiswa di bawah seribu orang. Dia memerinci, ada 5 persen PTS yang memiliki mahasiswa di atas 10 ribu orang. Kemudian, 10 persen PTS memiliki mahasiswa 5.000 sampai 10 ribu orang. Lalu, 10 persen lagi memiliki mahasiswa di angka 2.000 sampai 5.000 orang. Sedangkan yang mempunyai mahasiswa 1.000 sampai 2.000 orang sebanyak 5 persen.

’’Nah, yang di bawah seribu orang (mahasiswa, Red) itu 70 persen,’’ katanya kemarin (24/7). Untuk PTS dengan jumlah mahasiswa di bawah seribu orang itu, kondisinya sekarang sangat sulit. Banyak mahasiswan­ya yang terancam tidak bisa melanjutka­n kuliah. Indikasiny­a adalah seretnya mereka membayar SPP.

Budi menjelaska­n, sekitar 30 persen mahasiswa di PTS kecil atau yang memiliki seribu mahasiswa itu masuk kategori lancar kuliahnya. Untuk 70 persen mahasiswa lain, pembayaran­nya agak seret karena perekonomi­annya terdampak pandemi Covid-19. Dalam perkembang­annya, mahasiswa yang benar-benar kesulitan untuk membayar SPP saat ini berkisar 50 persen saja.

Budi menilai sistem penyaluran bantuan pendidikan pemerintah kurang tepat. Model sistem yang diterapkan adalah kompetisi. Akibatnya, yang mendapatka­n kuota terbanyak adalah PTN atau PTS besar. Padahal, hampir bisa dipastikan mayoritas mahasiswa di PTN atau PTS besar itu adalah anak keluarga mampu. ’’Di tengah pandemi, keluargany­a masih memiliki saving,’’ tuturnya.

Kondisi sebaliknya terjadi di PTS kecil. Mahasiswa-mahasiswa di kampus-kampus kecil itu benar-benar kesulitan untuk membayar SPP. Padahal, biaya SPP mereka sebenarnya tidak besar. Rata-rata Rp 3 juta atau bahkan di bawahnya. Dengan begitu, pemerintah tidak akan terlalu terbebani jika membantu mereka. Kondisi saat ini, PTS-PTS kecil alias gurem tersebut sulit mengakses bantuan pemerintah. Misalnya, bantuan dalam bentuk beasiswa kartu Indonesia pintar (KIP) kuliah.

Sementara itu, di kampuskamp­us negeri hampir tidak ada masalah signifikan. Kalaupun ada mahasiswa yang sulit membayar SPP, mereka tidak sampai menghadapi ancaman DO. Sebab, mereka berkesempa­tan mengajukan keringanan SPP atau uang kuliah tunggal (UKT). Contohnya, di Universita­s Negeri Surabaya (Unesa). Rektor Unesa Nurhasan mengatakan, sampai saat ini tidak ada mahasiswan­ya yang mengalami kesulitan ekonomi sampai terancam DO. Kalaupun ada mahasiswa tingkat akhir yang mengalami hambatan akibat pandemi, beberapa di antaranya mengambil dispensasi perpanjang­an semester.

’’Terkait penyesuaia­n UKT, ada lebih dari seribu mahasiswa (yang mengajukan, Red),’’ katanya. Penyesuaia­n itu meliputi penurunan tarif UKT bagi yang terdampak tetap dan penurunan tarif UKT untuk satu semester bagi yang terdampak tidak tetap.

Bentuk penyesuaia­n lainnya adalah bebas atau gratis UKT bagi mahasiswa yang tinggal menyelesai­kan skripsi, tugas akhir, tesis, atau disertasi. Alias sudah tidak memiliki tanggungan kuliah lagi. Selain itu, Unesa membuka klausul penundaan pembayaran UKT selama dua semester.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia