Membuka Komunikasi Politik di Jember
Usulan pemberhentian Bupati Jember Faida oleh DPRD dalam sidang paripurna merupakan puncak gunung es dari kebuntuan politik di daerah. Tak hanya di Jember. Di sejumlah kabupaten/kota dalam konflik yang bersifat internal maupun eksternal (dengan pemerintahan provinsi), acap kali terjadi. Hanya, ketidakharmonisan antara eksekutif dan legislatif di Jember terjadi secara terbuka.
Bahkan yang unik, konflik di Jember terjadi antara bupati dan kelompok partai yang sebelumnya mendukung dan memenangkannya dalam pilkada. Partai yang seharusnya mendukung kebijakan bupati kini justru berbalik arah. Itulah yang membuat kebuntuan komunkasi antara bupati dan DPRD Jember sungguh kronis. Padahal, konflik berkepanjangan tersebut jelas-jelas akan kontraproduktif dengan layanan publik, yang ujung-ujungnya merugikan rakyat Jember.
Secara yuridis, proses pemberhentian Faida dari kursi bupati butuh waktu lama. Tidak bisa saat itu juga. Usulan DPRD harus dibawa dan berproses di Mahkamah Agung (MA), setelah itu dikembalikan ke DPRD untuk kemudian ditindaklanjuti pemerintah pusat melalui Kemendagri. Prosesnya bisa berbulan-bulan. Selama menunggu proses di MA, Faida dan DPRD sebaiknya kembali mencari jalan kompromi untuk menjalin komunikasi politik lagi. Faida maupun DPRD harus menurunkan ego politiknya demi stabilitas dan kepentingan rakyat.
Kalaupun tidak ada kesepakatan, dua pihak sebaiknyamemercayakanputusanterakhirmelalui jalur hukum. Berilah kesempatan kepada MA untuk menguji kinerja melalui serangkaian pembuktianterhadapapa-apayangtelahdiputuskan DPRD. Tak perlu lagi memperpanjang konflik politikdenganmelakukancara-caratidakterpuji. Termasuk, sengaja mengerahkan massa untuk menguatkan posisi dan kepentingan politiknya.
Bagi kepala daerah dan DPRD lainnya, kasus ketidakharmonisan bupati dan dewan di Jember harus menjadi pelajaran. Usulan DPRD melengserkan kepala daerah hanya buang-buang waktu dan menciptakan instabilitas baru dalam politik lokal. Bupati butuh DPRD untuk mengontrol jalannya pemerintahan. Sebaliknya, DPRD harus berkolaborasi secara baik dengan kepala daerah sebagai mitra di daerah. Hubungan rusak antara kepala daerah dan DPRD membuat tidak nyaman. Hanya mengganggu jalannya pembangunan daerah yang ujung-ujungnya merugikan rakyat.
KinimasadepanpemerintahandiJembersesungguhnyaadaditanganrakyatsetempat.Padapilkada mendatang,rakyatsudahpunyapenilaianterhadap siapa yang berkomitmen terhadap rakyat. Siapa biangatasketidakharmonisandiJember,tentunya yang paling tahu adalah rakyat di sana. Dan, momentumpilkadapadaakhirtahuninimenjadisaat yang tepat untuk menghukum mereka.