Jawa Pos

Data Akurat untuk Transparan­si Pilkada

-

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak 15 Juli hingga 13 Agustus 2020 melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data calon pemilih yang akan berpartisi­pasi pada pilkada tahun ini. Pembaruan alias update data diperlukan, mengingat adanya mobilitas penduduk yang tinggi dan perubahan data kependuduk­an.

Secara teknis, KPU mengerahka­n puluhan ribu PPDP (petugas pemutakhir­an data pemilih) untuk melakukan tugas coklit ke sejumlah daerah yang tahun ini mengadakan pilkada. Mereka mendatangi satu per satu rumah untuk menanyakan data terbaru tentang jumlah pemilih.

Kerja PPDP tahun ini relatif lebih keras jika dibandingk­an dengan pilkada atau pemilu sebelumnya. Sebab, mereka harus bekerja di tengah ancaman penularan Covid-19. KPU melakukan serangkaia­n antisipasi terhadap ancaman tersebut. Mulai mengadakan sosialisas­i pentingnya penerapan standar protokol kesehatan, melakukan tes cepat (rapid test) kepada seluruh PPDP, hingga menggunaka­n alat pelindung diri (APD) bagi PPDP selama melaksanak­an tugas coklit.

Hasil kerja PPDP dalam coklit sangat penting karena berkaitan dengan keakuratan data pemilih. Terutama untuk memastikan adanya calon pemilih baru dan pemilih yang sudah meninggal. Pemilih baru adalah mereka yang berusia 17 tahun saat hari pencoblosa­n atau sudah menikah. Selain itu, kerja PPDP harus bisa memastikan pemilih yang telah pindah domisili.

Seperti kita tahu, keakuratan data pemilih adalah persoalan yang selalu muncul dalam setiap pelaksanaa­n pemilu atau pilkada. Sebab, data mentah dari Kementeria­n Dalam Negeri (Kemendagri) acap kali kurang menggambar­kan data pemilih yang sesungguhn­ya. Padahal, data pemilih yang akurat akan sangat menentukan legitimasi hasil pemilu atau pilkada, di luar permasalah­an seputar politik uang (money politics).

Karena itu, jangan sampai dalam proses coklit pada pilkada kali ini ada upaya sistematis untuk penggiring­an data yang menguntung­kan salah satu bakal calon kepala daerah. Apalagi yang bermotif mencari keuntungan pribadi dengan mengorbank­an integritas penyelengg­ara pemilu. PPDP harus bekerja profesiona­l. Dengan demikian, hasil kerjanya benar-benar bisa dipertangg­ungjawabka­n. Sebaliknya, jika terjadi rekayasa atau penggiring­an data pemilih, tentu itu menjadi awal malapetaka pilkada.

Semua harus satu visi bahwa pilkada adalah salah satu mekanisme demokrasi yang paling baik untuk mencari sosok kepala daerah sesuai pilihan rakyat. Jangan sampai niat baik tersebut dicemari kepentinga­n di luar pilkada yang ujungujung­nya akan merugikan rakyat.

 ?? ILUSTRASI BAGUS/JAWA POS ??
ILUSTRASI BAGUS/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia