Bahas Isu Nasionalisme Bareng Majelis Lucu
SURABAYA, Jawa Pos ‒ Isu nasionalisme masih menjadi topik yang diangkat BEM Ubaya dalam mengadakan Nationfest 2020. Acara tahunan tersebut kini digelar berbeda. Yakni, secara daring lewat aplikasi Zoom. Meski dibuat daring, acara itu tidak kalah seru dengan acara yang biasanya dilangsungkan secara offline. Konsep kali ini dibuat dengan menampilkan beberapa performer penyanyi dari mahasiswa Ubaya sendiri. Puncaknya kemudian diisi talk show bareng Coki Pardede dan Tretan Muslim dari Majelis Lucu Indonesia (MLI).
Mengusung judul Masika Masila: Masikah Lima Sila, talk show yang dilaksanakan pada Senin malam (27/7) itu membahas berbagai isu pudarnya semangat nasionalisme pada anak-anak milenial zaman sekarang. Hal itu pun dibahas dengan gaya khas dari MLI. Misalnya, dalam isu rasisme. Meski Indonesia dianggap negara yang begitu toleransi karena banyaknya warga yang mempunyai suku dan agama yang berbeda, tetapi tetap bisa hidup bersama, hal itu bukan berarti tidak ada rasisme yang terjadi.
’’Media mainstream kurang bisa memberikan contoh. Di TV, orang Madura selalu digambarkan jualan sate. Bener nggak? Emang enggak ada orang Madura jualan yang lain? Di sinetron, ada nggak orang Madura yang jadi hacker? Ataupun orang Tionghoa juga selalu digambarin menjadi pedagang,’’ ujar Coki yang disambut dengan gemuruh tawa para peserta. Menurut dia, hal-hal seperti itu semestinya harus dibedah lagi. Sebab, secara tidak langsung sebenarnya hal tersebut membuat orang-orang untuk membangun stereotip masing-masing.
Hal itu pun, menurut dia, bisa membuat pemahaman kultur seseorang berhenti di situ saja lewat tontonan-tontonan seperti itu. ’’Padahal kan orang Madura juga ada yang menjadi menteri punya kedudukan tinggi. Maksudnya harusnya yang seperti itu juga harus dibahas,’’ tambahnya lagi.
Sementara itu, Tretan juga menambahkan bahwa pandangan banyak orang terhadap etnisnya memang cenderung tidak baik. Terlebih saat melakukan hal-hal yang aneh-aneh di media sosial. ’’Saya itu cuman punya media sosial Instagram, Twitter. Kalau TikTok saya nggak punya. Itu orang Madura main TikTok malumaluin tuh. Sudah suka mencuri baut Suramadu, joget-joget lagi,’’ kata Tretan menyindir isu-isu yang sempat heboh tersebut.
Pernyataan Tretan pun disambung lagi oleh Coki yang menyatakan bahwa aksi main TikTok di Suramadu yang beberapa waktu lalu viral menambah presepsi negatif masyarakat terhadap etnis tersebut. ’’Maksudnya TikTok-nya nggak salah. Tapi, bagaimana realsi warga sana yang kurang tepat,’’ tambah Coki.
Dari situ, Cok i dan T r e t a n menyampaikan bahwa sebenarnya be r media sosial itu tidak salah. Namun, memakai media sosial memang harus bijak pada tempatnya. Harus juga memahami tiap fungsi yang sebenarnya dari media sosial-media sosial tersebut dibuat. Dengan begitu, ke depannya tidak menimbulkan perspektif yang negatif.