Desak Penyidik Gunakan UU Tipikor
Ungkap Pelaku Lain dalam Perkara Surat Jalan Djoko Tjandra Menko Polhukam Ingatkan Tak Ada Tebang Pilih
JAKARTA, Jawa Pos – Komisi III DPR menyoroti pasal yang digunakan untuk menjerat Brigjen Prasetijo Utomo dan pengacara Anita Kolopaking dalam perkara penyalahgunaan surat jalan Djoko Tjandra. Tanpa pengenaan pasal tindak pidana korupsi, sulit mengembangkan perkara ke pihak-pihak yang lain.
”Pasal yang disangkakan tidak akan mengungkap pihak lain yang turut berperan,” cetus anggota Komisi III DPR Habiburokhman kemarin (2/8). Diketahui, Brigjen Prasetijo dan Anita menjadi tersangka terkait pemalsuan surat jalan. Selain itu, Prasetijo dikenai pasal membantu buron dan dugaan menghalang-halangi penyidikan serta menghancurkan dan menghilangkan barang bukti.
Menurut Habiburokhman, jika fokus penanganan kasus hanya terbatas pada pemalsuan surat, penggunaan surat palsu, atau menolong narapidana lolos dari hukuman, peran pejabat lain sangat mungkin tidak bisa dibongkar. Padahal, perkara itu diduga melibatkan oknum dari institusi lain. Mulai peran jaksa Pinangki Sirna Malasari, mantan Lurah Grogol Selatan Asep Subhan, hingga aparat imigrasi. ”Kita ingin kasus ini diusut total. Siapa saja yang terlibat dibongkar,” tegasnya.
Penyidik, kata Habiburokhman, seharusnya menerapkan pasal 9 UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Bunyinya, ”Dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50 juta rupiah dan paling banyak Rp 250 juta rupiah, pegawai negeri atau orang lain selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja memalsu bukubuku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.”
Menurut Habib, sapaan Habiburokhman, penerapan pasal 9 UU Tipikor bisa memproses seluruh kegiatan pemalsuan buku-buku atau daftar-daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi. Itu meliputi pemalsuan surat jalan, pemalsuan pencabutan red notice, serta pemalsuan pembuatan KTP dan paspor.
Selain itu, dapat diungkap lebih jauh peran jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam kasus tersebut. Sebab, jabatan yang bersangkutan hanya kepala subbagian pemantauan dan evaluasi pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung.
”Artinya, bukan jabatan jaksa yang bisa menentukan kebijakan. Sangat mungkin ada jaksa lain yang lebih senior terlibat dalam kasus ini,” tegas politikus Gerindra tersebut.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD juga menyatakan, dugaan tindak pidana lain yang dilakukan Djoko Tjandra harus diungkap. Selanjutnya, dihukum di luar vonis dua tahun dalam kasus cessie Bank Bali. ”Karena tingkahnya, dia bisa diberi hukuman-hukuman baru yang jauh lebih lama,” katanya.
Begitu pula dugaan suap kepada pejabat yang membantu Djoko sehingga bisa keluar masuk Indonesia tanpa terdeteksi. Dengan tegas Mahfud mengatakan, semua pihak yang terlibat meloloskan Djoko harus ditindak. Mahfud ingin penegak hukum tidak pandang bulu. Baik oknum di kepolisian, kejaksaan, maupun imigrasi, semua yang terlibat harus diproses. ”Saya hanya katakan, sekarang yang diperlukan itu tindakan ke dalam,” tandasnya.
Sementara itu, Djoko Tjandra yang kini mendekam di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri menunjuk Otto Hasibuan sebagai penasihat hukum. Otto mengakui sudah bertemu dan berbicara langsung dengan kliennya itu. ”Djoko Tjandra di sini hanya diperiksa sebagai saksi perkaranya Prasetijo. Jadi, dia nggak ada tersangka di kasus surat jalan,” terangnya.
Otto menyatakan, untuk saat ini pihaknya berfokus pada dua hal, yakni kasus surat jalan dan seputar penahanan terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali itu. Namun, selain Prasetijo dan Anita, Bareskrim membuka kemungkinan adanya tersangka lain. Informasi yang diterima Jawa Pos, Djoko akan dijerat dengan tiga pasal: penggunaan surat palsu, pelanggaran keimigrasian, dan gratifikasi.
Saat ini Djoko menjalani hukuman dua tahun dalam kasus cessie Bank Bali. Dia ditahan setelah Kejaksaan Agung mengeksekusi putusan peninjauan kembali (PK). Untuk sementara dia dititipkan di Rutan Salemba cabang Bareskrim.
Kabareskrim Komjen Listyo
Sigit Prabowo menjelaskan, penahanan di Bareskrim dilakukan untuk keperluan pengembangan penyidikan. Pihaknya perlu mendalami informasi dari Djoko. Sebab, meski menyeret jenderal bintang satu Polri, dia ingin kasus itu bisa diungkap secara terang dan transparan. ”Yang kami lakukan (penyidikan) segera bisa cepat selesai dan kami bisa menyampaikan apa yang terjadi,” ucapnya.
Meski dipersoalkan, Polri tetap menahan Djoko di Rutan Salemba cabang Bareskrim.
”Penempatan di sini (Rutan Salemba cabang Bareskrim) sifatnya sementara,” terang dia. Setelah pemeriksaan selesai, Djoko akan dikembalikan ke Rutan Salemba.
Terkait pasal UU Tipikor yang dikenakan, sebelumnya Listyo menyatakan bahwa penyidik tengah melakukan penyelidikan dugaan aliran dana dari Djoko Tjandra dalam perkara penyalahgunaan surat jalan tersebut. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan untuk bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).