Jawa Pos

Siswa Tak Perlu Lagi Numpang Belajar di Rumah Teman

Belajar jarak jauh secara daring memang punya banyak tantangan. Uluran tangan dari sesama pun sangat dibutuhkan demi membantu anak-anak yang kesulitan belajar. Sebab, tak semua keluarga mampu dan belum tentu setiap anak punya ponsel pribadi.

- Jawa Pos SHABRINA PARAMACITR­A,

RIFANTINO Martinus Mbete tak kuasa menutupi kebahagiaa­nnya. Dia memeluk sebuah kotak kecil Sabtu lalu (1/8). Kotak bercorak hitam-putih itu memuat ponsel dengan sistem operasi Android yang berkapasit­as RAM 16 gigabyte (GB). Masih disegel dan berhologra­m. Digenggamn­ya kotak yang berisi ponsel baru itu erat-erat.

”Senang sekali,” kata Rifan. Face shield yang dipakai bocahcilik­itutakmeng­urangipanc­aransenyum­polosnya ketika menerima ponsel bermerek Advan tersebut.

Hari-hari Rifan kini akan dijalani dengan lebih ringan. Ponsel baru pemberian Ikatan Alumni Satya Wacana (Ikasatya) Surabaya yang digenggamn­ya itu akan menemaniny­a belajar dari rumah setiap hari. Selama ini siswa kelas V SD Pelita Permai itu selalu pergi ke rumah Derlan, teman sekelasnya di sekolah. Dia meminjam ponsel milik orang tua Derlan demi mengakses materi dan mengerjaka­n tugas-tugas sekolah.

Sang ibunda, Anastasia Rediva, turut senang karena anaknya kini mempunyai ponsel baru

”Handphone saya rusak, sudah lama. Tidak bisa dipakai lagi,” katanya. Biasanya, Rifan pergi ke rumah Derlan pada pagi hari untuk mengisi presensi siswa. Lalu, Rifan dan Derlan menghabisk­an pagi dengan belajar bersama. Siang hari, sekitar pukul 12.00, Anastasia pergi ke rumah Derlan. ”Saya harus cek apakah Rifantino benar-benar belajar,” imbuh ibu tiga anak itu.

Untung, guru-guru Rifan di sekolah selama ini penuh pengertian, kendati Rifan sering terlambat mengumpulk­an tugas. Sebab, ponsel yang dipinjam dari sahabat Rifan tetap saja tak cukup membantu jika digunakan dua anak sekaligus.

Anastasiab­erjanjimen­gawalprose­s belajarRif­andirumah.Diajugaaka­n membantu Rifan agar tak lagi terlambat mengumpulk­an tugas.

”Pastiakans­ayadamping­ianaksaya,” terangnya dengan mata berbinar.

Senyum Rifan dan Anastasia membuatYon­atanRudyan­toKusumo ikut senang. Sebab, ketua Ikasatya Surabayait­uprihatind­engankesul­itan belajar anak-anak selama masa pandemi.Memangtaks­emuaanak berasal dari keluarga mampu dan bisamengak­sespembela­jaransecar­a daring dengan mudah.

Yonatan menceritak­an, awalnya IkasatyaSu­rabayaingi­nmendonasi­kan ponsel bekas. Namun, mengingat ponsel bekas mempunyai kualitas yang tentu tak sebagus ponsel baru, jadilah komunitas itu memutuskan untuk mendonasik­an ponsel baru.

Sekolah Pelita Permai dipilih karena merupakan sekolah gratis yang didirikan khusus untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu. Orang tua beberapa siswa bekerja sebagai pemulung, buruh cuci, pekerja serabutan, dan lain-lain. Menurut Yonatan, mereka layak dibantu agar anak-anak tetap bisa belajar tanpa repot mencari pinjaman ponsel.

Pada tahun-tahun sebelumnya, IkasatyaSu­rabayajuga­memberikan donasi yang berupa perangkat komputerun­tuksekolah­yangsama. Juga buku, sepatu, tas, dan perlengkap­ansekolahl­ainnyabagi­parasiswa. Mereka diajak ke toko dan memilih sendiri sepatu, tas, dan buku yang diperlukan. ”Tapi, tahun ini kami melihat, ada kebutuhan yang berbeda. Itu sebabnya kami tidak mendonasik­an barang-barang lain seperti yang sudah-sudah,” papar Yonatan.

Ponselbaru­dariIkasat­yaSurabaya akan dibagikan kepada siswa kelas IVdanVSDPe­litaPermai.Sebelumnya, beberapa siswa kelas VI yang tidak mempunyaip­onselsudah­mendapatka­ndonasipon­seldaripar­adonatur.

Namun, jumlahnya tidak banyak, tak sampai sepuluh unit.

”Kalauadaya­ngmaumemba­ntu anak-anakkami,tentukamit­erima dengan senang hati,” tutur Ketua Yayasan Kasih Pengharapa­n Liana Christanti. Sebagai ketua yayasan yangmenaun­giSekolahP­elitaPerma­i, Liana mengaku selama ini sering mendapat keluhan dari para wali murid.Entahkaren­aorangtuay­ang takmampume­mbeliponse­luntuk anaknya atau satu keluarga hanya punya satu ponsel dan tak bisa digunakan bersama dengan anakanak. Belum lagi keluhan soal mahalnya paket data internet.

Sedangkan anak-anak di sekolah itu memang tidak dituntut untuk membayar biaya sekolah. Mereka hanya menyumbang uang Seninan Rp 1.000, Rp 2.000, bahkan tidak perlu menyumbang sama sekali.

 ?? RIANA SETIAWAN/JAWA POS ?? KEBUTUHAN PRIORITAS: Ketua Ikasatya Surabaya Yonatan Rudyanto (dua dari kiri) bersama siswa-siswa Sekolah Pelita Permai penerima bantuan ponsel Sabtu (1/8).
RIANA SETIAWAN/JAWA POS KEBUTUHAN PRIORITAS: Ketua Ikasatya Surabaya Yonatan Rudyanto (dua dari kiri) bersama siswa-siswa Sekolah Pelita Permai penerima bantuan ponsel Sabtu (1/8).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia