Kali Pertama Adakan Kompetisi Virtual
Dari Rumah Masing-Masing, Diikuti 84 Siswa
SURABAYA, Jawa Pos – Salah satu kaki Clairine diangkat hingga 90 derajat. Kaki lainnya menjinjit. Dua tangannya juga direntangkan membentuk sudut tertentu. Diiringi musik, gerakan balet selama 1 menit tersebut terlihat harmoni. Itulah aksinya saat mengikuti kompetisi balet virtual yang diadakan Center Point Ballet Academy (CPBA) Surabaya.
Itu adalah kompetisi internal pertama yang diadakan secara virtual oleh CPBA. Meskipun secara virtual, para siswa terlihat totalitas mengikuti lomba selama tiga hari tersebut. Yakni, Jumat (31/7) hingga Minggu (2/8).
Bukan hanya Clairine, ada 84 siswa lain yang mengikuti kompetisi itu. Mulai siswa tingkat dasar, menengah, hingga atas. Mereka tidak berkompetisi di studio balet, melainkan di rumah masing-masing dengan memanfaatkan ruangan yang ada. Lantas, tiga juri menilai dengan menyimak gerakan siswa di depan layar laptop secara virtual.
Hampir seluruh siswa perempuan itu terlihat totalitas dengan make-up dan kostum yang dikenakan. Beberapa di antara mereka juga terlihat grogi saat beraksi. Namun, mereka bisa menyelesaikan tantangan kompetisi tersebut. Iringan tepuk tangan dari teman-teman dan guru terdengar saat mereka selesai menari.
Sebelumnya, CPBA memang belum pernah mengadakan kompetisi secara internal. Ide mengadakan kompetisi virtual itu berasal dari Principal & Artistic Director CPBA
Ekawati Loekito. Tujuannya, meningkatkan semangat belajar siswa. Terlebih, mereka telah melakukan pembelajaran secara daring saat pandemi. ’’Agar mereka tekun berlatih. Jika kelas kembali normal, mereka juga tidak kesusahan,’’ tuturnya.
Persiapan dilakukan sejak satu setengah bulan yang lalu. Tak ingin setengah-setengah, mereka mengundang dua juri eksternal dari trainer internasional. Yakni, Ana Carolina dan Dulce Crespo. Keduanya melanjutkan karir sebagai balerina di New York, Amerika Serikat.
Menurut Eka, kompetisi itu sangat membutuhkan dukungan keluarga siswa. Terlebih, para siswa dituntut memanfaatkan ruangan yang ada di rumah. Misalnya, ruang tamu, ruang keluarga, dan lapangan terbuka. ’’Sampai ada beberapa yang rela menggeser perabotan rumah demi anak-anaknya,’’ jelasnya. Antisipasi juga diperlukan untuk menghindari suara-suara yang mengganggu saat siswa menari.
Dukungan teknis lain seperti laptop, speaker, make-up, dan kostum juga terlihat totalitas. Padahal, pihaknya tidak mewajibkan penggunaan kostum. Selain itu, para orang tua terlihat membimbing di luar jam pembelajaran daring. ’’Latihannya tiga kali seminggu. Dua kali pas kursus dan sekali sama mama,’’ ungkap salah seorang peserta, Rachel Denise Hoover Pandji.