Kejagung Tegaskan Status Penahanan Djoko Tjandra
Eksekusi Berdasar Putusan PK MA
JAKARTA, Jawa Pos – Kejaksaan Agung (Kejagung) menjawab pernyataan kuasa hukum Djoko Tjandra yang mempersoalkan penahanan terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali itu. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono menyatakan bahwa langkah yang diambil sudah sesuai ketentuan.
Eksekusi Djoko Tjandra ke Rutan Salemba, kata Hari, dilakukan berdasar putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) Nomor 12K/Pid.Sus/2008. Putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap. Dalam putusan itu jelas disebutkan, Djoko Tjandra dijatuhi hukuman pidana penjara dua tahun.
Hari menegaskan, status Djoko Tjandra saat dieksekusi ke Rutan Salemba adalah terpidana. Bukan tahanan seperti yang disebut penasihat hukumnya. Dia menambahkan, hakim PK tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan penahanan. Karena itu, tidak ada perintah penahanan dalam putusan terhadap Djoko.
Namun, putusan tersebut tegas menyatakan bahwa Djoko dihukum dua tahun penjara. ”Dengan telah dilaksanakannya eksekusi tersebut sesuai berita acara pelaksanaan putusan pengadilan yang ditandatangani oleh terpidana,” ucapnya.
Sementara itu, Otto Hasibuan, kuasa hukum Djoko Tjandra, kembali menyatakan bahwa penahanan terhadap kliennya tidak berdasar. ”Sebenarnya putusan PK itu batal demi hukum,” kata dia.
Otto berargumen, putusan PK tidak memerintahkan penahanan kliennya oleh penegak hukum. ”Kalau sudah batal, penahanan yang dilakukan tidak sesuai. Tidak sah karena tidak ada dasar hukumnya,” cetus dia.
Secara terpisah, Karopenmas
Divhumas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono menjelaskan, penahanan Djoko Tjandra di Rutan Salemba cabang Bareskrim sudah mendapat izin dari Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Status Djoko, ujar dia, bukan tahanan penyidik Polri. Melainkan terpidana yang sudah dieksekusi jaksa. Sejak 31 Juli pria yang sempat buron selama sebelas tahun itu sudah menjadi warga binaan Rutan Salemba.
Djoko Tjandra diizinkan mendekam sementara di Rutan Salemba cabang Bareskrim untuk kepentingan penyidikan kasus penyalahgunaan surat jalan. ”Ditempatkan di Rutan Bareskrim Polri agar mempermudah pemeriksaan yang bersangkutan terkait kasus surat jalan palsu,” terangnya.
Awi mengungkapkan, kasus yang ditangani bukan hanya itu. Sebab, ada dugaan kasus lain yang juga tengah didalami. ”Termasuk (dugaan) adanya aliran dana dalam kasus tersebut,” ucapnya.
Penyidik, imbuh Awi, sudah memeriksa Djoko pada 31 Juli. ”Pemeriksaan sebagai saksi oleh penyidik terkait kasus surat palsu yang melibatkan BJP PU (Brigjen Pol Prasetijo Utomo, Red),” kata dia kepada awak media.
Sementara itu, dorongan agar Polri menggunakan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam kasus yang menyeret Brigjen Prasetijo Utomo terus bermunculan. Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril menyatakan, praktik suap, gratifikasi, atau pemerasan sangat terbuka dalam kasus surat jalan untuk Djoko Tjandra. ”Memang harus dikembangkan ke dugaan terjadinya transaksi koruptif,” tutur dia kemarin.
BRIGJEN POL AWI SETIYONO